News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Berita KBR

Korban Perkosaan Bunuh Anaknya, Mana Yang Butuh Keadilan?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BL (berjilbab hitam) berpelukan dengan sang ibu pasca divonis pembinaan selama 1,2 bulan di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani, Jakarta Timur. Foto: Ade Irmansyah/KBR.

TRIBUNNEWS.COM - Bocah perempuan berusia belasan, berinisial BL, sempat dituntut hukuman 8 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mendakwanya melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan kematian sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak.

Tapi beruntung, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hanya mengganjarnya dengan pembinaan selama sebulan di panti sosial.

Putusan ini, melegakan sekaligus menjadi catatan penting bagaimana hukum berlaku adil pada korban perkosaan.

Berikut kisah lengkapnya seperti dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).

"Selama dalam persidangan tekanan batin anak masih kelihatan, air mata anak kadang keluar secara spontan dengan raut wajah yang masih terlihat tertekan. Dari hal-hal itu terlihat bahwa anak bukanlah tipe anak yang berperilaku menyimpang, anak masih kelihatan sangat lugu dan polos. Anak merupakan masuk kategori anak yang pintar terbukti dari nilainya yang bagus saat dihadirkan di persidangan," ujarnya saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Vonis yang melegakan ini, rupanya didasari pertimbangan bahwa BL tidak mengetahui kehamilannya.

Usia pun masih kategori anak sehingga haknya seperti pendidikan dan kasih sayang harus dipenuhi. Itu mengapa, hakim menganggap hukuman penjara tak tepat dijatuhkan.

"Menimbang bahwa untuk memahami masalah anak harus memerhatikan kondisi anak yang berbeda dengan orang dewasa. Sifat sadar anak yang tiap pribadi berbeda dan masih labil, masa depan anak sebagai aset bangsa masih membutuhkan perhatian keluarga dan masyarakat. Menimbang bahwa terhadap anak yang melakukan tindak pidana dihukum penjara hanya ketika mendesak dan upaya terakhir," ucapnya.

Mendengar putusan hakim, ibu bersama pengacara BL langsung berpelukan sebab anaknya tak harus mendekam dalam jeruji besi selama delapan tahun.

Pengacara BL dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik, Romi Leo Rinaldo, mengapresiasi keputusan hakim. Sebab, hakim bertindak adil.

BL diperkosa pada bulan Juli lalu

Persoalan yang membelit BL, bermula pada perkenalannya dengan seorang tetangga pria. Saat itu, kira-kira Juli 2016.

BL yang masih berusia anak, diajak ke rumah teman si pria. Di sanalah, ia diperkosa. Tapi peristiwa jahanam itu tak diceritakannya pada siapapun, termasuk keluarganya. Takut dan malu, itulah yang dirasakan.

Selang dua bulan, BL kerap mual dan pusing. Orangtuanya lantas memboyong ke Puskesmas Cikeusik. Dokter mendiagnosa BL sakit maag.

BL pun tidak mengerti kalau dia hamil dan tanda-tanda yang lain dia tidak rasakan. Orang sekitar seperti keluarga dan majikan juga membenarkan soal tidak adanya tanda-tanda itu.

Karena yakin tak hamil, pada awal 2017, BL merantau ke Jakarta –menjadi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Kondisi ekonomi keluarga yang sulit, membuatnya berhenti sekolah dan bekerja. Tapi karena usianya yang masih anak, agen penyalur memalsukan umurnya jadi 18 tahun.

Hingga suatu malam, di bulan Februari 2017, BL merasakan sakit di perut yang begitu hebat. BL mencoba buang air besar, tapi tak bisa. Sebuah gumpalan besar, lantas keluar.

"Tengah malam itu memang merasakan sakit yang berat terus akhirnya dia ingin buang air lalu ke kamar mandi. Nah pas di kamar mandi ternyata dia merasakan ada yang keluar benda tetapi menghalangi, dia sendiri tidak mengetahui kalau benda itu bayi karena sejak awal dia memang tidak mengetahui kalau dia hamil," ucapnya.

Kejadian itu, tak diceritakannya pada siapapun, termasuk majikan. Sementara gumpalan itu ia bungkus dan dibuang ke tempat sampah.

Dua hari setelahnya, petugas kebersihan menemukan bungkusan tersebut dan melapor ke polisi. Tak lama, polisi mendatangi rumah majikannya. BL akhirnya ditangkap dan ditahan di Rutan Pondok Bambu dengan tuduhan penganiayaan terhadap anak yang menyebabkan kematian.

Ibu BL, Ratna, mengatakan anaknya jadi murung dan depresi sejak kejadian ini. Padahal dulu, supel meski agak pendiam. Malah, BL sempat jadi guru ngaji anak-anak di rumahnya setelah berhenti sekolah menengah kejuruan.

BL sesungguhnya adalah korban dari kejahatan berlapis; korban perkosaan dan korban pekerja anak.

Maka, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, berharap peradilan melindungi mereka. Bukan sebaliknya, menjadikan mereka pesakitan.

"Apa yang sudah terjadi pada hari ini membuka mata kita bahwa ternyata tidak hanya sistem peradilan tapi juga sistem kesehatan kita juga belum kuat. Ini terbukti seandainya kehamilan anak itu diketahui pada awal mungkin sudah lain masalahnya. Ini kami juga akan memberikan rekomendasi kepada IDI soal kehamilan anak agar hal serupa bisa diatasi sejak awal," ucapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini