News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

LPSK Imbau Penegak Hukum Manfaatkan Program Perlindungan Saksi

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengimbau aparat penegak hukum untuk memanfaatkan program perlindungan saksi dan korban yang dilaksanakan LPSK sesuai mandat Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, belajar dari kasus tewasnya Johannes Marliem, salah satu saksi korupsi KTP elektronik, LPSK mengimbau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), apabila ada saksi atau pelapor tindak pidana korupsi yang rentan mendapatkan intimidasi atau ancaman, agar segera merekomendasikan perlindungannya kepada LPSK.

“Dengan demikian LPSK bisa memberikan perlindungan. Tetapi, kalau KPK tidak mengirimkan saksi tersebut, LPSK juga tidak bisa memaksa. Kasus Johannes hanya salah satunya, banyak kasus lain dimana saksi atau pelapornya butuh perlindungan,” ungkap Semendawai dalam konferensi pers membahas, “Perlindungan Saksi dan Pelapor Tindak Pidana Korupsi” di kantor LPSK, Jakarta, Selasa (15/8-2017).

Semendawai menjabarkan, sebenarnya LPSK dan KPK lahir dari rahim yang sama, yaitu Tap MPR Nomor 8 Tahun 2001 yang mengamanatkan pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Dari Tap MPR itu, dimandatkan pembentukan lembaga khusus pemberantasan korupsi dan program perlindungan saksi.

“Jadi, dua lembaga ini harus berjalan seiring,” ujar dia.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyoroti terungkapkan safe house yang dimiliki KPK berdasarkan temuan Pansus Angket KPK.

Karena sepengetahuannya, regulasi yang secara jelas menyebutkan tentang safe house ada dua, yaitu UU Pemberantasan KDRT dan UU Perlindungan Saksi dan Korban.

“LPSK baru tahu KPK punya safe house setelah Pansus Angket KPK mengungkapnya,” kata dia.

Masih kata Edwin, apa yang terjadi saat ini, antara Pansus Angket KPK DPR RI dengan KPK, seharusnya dapat menjadi bahan untuk mengevaluasi perlindungan saksi khususnya dalam tindak pidana korupsi.

Sebab, perlindungan saksi harus dilakukan lembaga khusus untuk menghilangkan adanya konflik kepentingan.

“Program perlindungan saksi harus terpisah dan tidak ditangani pihak yang melakukan penyidikan. Penting agar tidak ada konflik kepentingan, baik dari pihak penyidik maupun saksi yang dilindungi,” tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini