TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keberadaan madrasah diniyah perlu dipertahankan menurut Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud.
Sementara kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) MuhadjirEffendy tentang Full Day School (FDS) dianggap mengancam keberadaan madrasah.
"Tidak semua bisa masuk pesantren. Mereka yang tidak masuk pesantren, menempuh pendidikan agama di madrasah diniyah. Kalau kebijakan sekolah sampai (pukul) empat lima belas (sore), kan tutup madrasahnya," ujar Marsudi Syuhud kepada wartawan di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (15/8/2017).
Kebijakan FDS mengharuskan siswa sekolah dari pagi hingga sore, selama lima hari dalam satu minggu.
Sementara di kantong-kantong NU, siswa umumnya menempuh pendidikan umum dari pagi hingga siang dan menempuh pendidikan di madrasah pada sore hari.
"Ini adalah anak-anak sekolah yang tidak punya kesempatan mondok pesantren. Dia sekolahnya pagi sekolah, sore madrasah," terangnya.
Keberadaan madrasah penting untuk mempertahankan anak-anak bangsa yang paham terhadap agama.
Kualitas lulusan pesantren menurutnya sudah dapat dibuktikan selama puluhan tahun terakhir.
Oleh karena itu PBNU menolak kebijakan FDS yang mengancam keberadaan madrasah.
"Bayangkan kalau sampai sepuluh tahun ke depan, ada generasi yang tidak bisa baca Al-Quran, tauhidnya tidak benar, fiqih sholatnya belum bener, tapi senang Islam. Ketika itu akan muncul gurunya tidak ketemu, mereka akan mengangkat guru namanya Syekh Google," ujarnya dengan nada bercanda.
"Ketika Syekh Google jadi gurunya. Lihat itu, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) kebingungan, mereka (teroris) hanya belajar di website, BNPT kebingungan, apa mau begitu?" tanyanya.