TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Teka-teki status kewarganegaraan Johannes Marliem, saksi kasus Kartu Tanda Penduduk Elektronik alias e-KTP terjawab sudah.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia memastikan Johannes Marliem bukan warga negara Indonesia.
"KBRI Washington DC telah menerima konfirmasi dari otoritas Amerika Serikat tentang Johannes Marliem adalah warga negara Amerika Serikat," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Armanatha Nasir di Jakarta, Minggu (20/8/2017).
Menurutnya, kepastian status kewarganegaraan Johannes Marliem tersibak setelah otoritas Amerika Serikat menemukan dokumen tentang kewarganegaraan Johannes Marliem.
Johannes Marliem merupakan warga negara Amerika Serikat sejak 2014.
Bukan hanya itu, berbekal hasil investigasi dari kantor koroner Los Angeles, Johannes Marliem ternyata meninggal karena bunuh diri. Johannes Marliem tewas di rumahnya, sekitar pukul 02.00 waktu setempat, setelah petugas SWAT Los Angeles mengepungnya.
Baca: Aiman Kompas TV Malam Ini: Menelusuri Jejak Saksi Kunci Johannes Marliem
Kematian Johannes Marliem lalu memicu polemik di Tanah Air. Apalagi, disebut-sebut Johannes Marliem memiliki rekaman pembicaraan orang-orang yang terlibat dalam dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Postingan terakhir Johannes di media sosial pun menimbulkan tanda tanya. Akun twitternya, @johannesmarliem, 9 Agustus 2017, Johannes menuliskan," Makes you rethink your Instagram food pics."
Tidak hanya itu, Johannes sempat berkicau di akun twitternya yang ditujukan kepada seorang wartawan di Indonesia. "To keep everybody honest," tulis Johannes Marliem.
Marliem disebut sebagai salah satu pengusaha yang ikut dalam proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun. Saat itu, Marliem menjadi provider produk Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1.
Dalam proyek itu, Marliem diduga telah diperkaya sebesar 14,8 juta dollar AS dan Rp 25,2 miliar.
Sebelumnya Marliem diberitakan sebuah media nasional memiliki rekaman pembicaraan dengan sejumlah pejabat di Indonesia yang terlibat dalam proyek tersebut. Marliem diduga memiliki rekaman sebesar 500 GB.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima data aliran transaksi keuangan terkait proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Data tersebut berasal dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Baca: Ayah Bejat Cabuli Anak Kandung dan Hamili Keponakan Akhirnya Ditangkap Polisi
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan data transaksi keuangan itu terkait sejumlah korporasi yang tergabung dalam Konsorsium Perum Percetakan Negara (PNRI).
Masing-masing anggota konsorsium, yakni PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.
"Sebetulnya simpel saja, dari pemerintah masuk satu rekening konsorsium. Dari konsorsium ini menyebar ke mana uang yang Rp 5,9 triliun, ini yang kami telusuri," ujar Alex, saat ditemui di Gedung KPK Jakarta, Kamis (17/8/2017) lalu.
Menurut Alex, data penelusuran itu akan memudahkan KPK melacak kerugian negara Rp 2,3 triliun dalam proyek e-KTP. Termasuk, apakah ada aset-aset yang telah disimpan ke luar negeri.
"Termasuk siapa yang menikmati selisihnya itu, yang dari hasil audit Rp 2,3 triliun itu. Nah pengembangannya ke situ, follow the money," kata Alex.
Menyangkut rekaman percakapan yang disimpan Direktur Biomorf Lone LLC Johannes Marliem, Alex memastikan KPK belum memiliki rekaman percakapan tersebut.
Hingga saat ini KPK masih menunggu hasil koordinasi dengan Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat (FBI).
"Kami tunggu dulu, kami kan sudah kerja sama dengan FBI. Sampai sekarang kami belum tahu, apalagi yang bersangkutan (Marliem) sudah meninggal," ujarnya.
Baca: Dua Aktor Serial India Gagan Kang dan Arjit Lavania Tewas Kecelakaan
Ia mengemukakan sejak awal penyelidikan kasus korupsi pengadaan e-KTP, KPK telah bekerja sama dengan lembaga penegak hukum di luar negeri.
Misalnya, saat meminta keterangan Johannes Marliem di Singapura, KPK bekerja sama dengan lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
Selanjutnya, menurut Alex, karena Marliem adalah warga negara AS, maka KPK bekerja sama dengan FBI.
"Kami menjalin kerja sama dengan FBI dalam rangka melakukan pemeriksaan pada yang bersangkutan. Berdasarkan bukti yang kami miliki, kami informasikan ke FBI untuk dilakukan pemeriksaan," imbuhnya. (tribunnews/kps/thf)