TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berpendapat KPU dan DPR jangan memberikan perlakuan berbeda terhadap partai politik yang akan ikut Pemilu 2019.
Demikian dikemukakan Titi ketika dikonfirmasi keinginan Komisi II DPR kepada KPU untuk menggunakan sistem sensus terhadap verifikasi anggota partai calon peserta pemilu.
"Jangan ada perlakuan berbeda terhadap verifikasi partai baik yang lama maupun yang baru," kata Titi.
Partai lama yang memiliki wakil di DPR ingin KPU melalui PKPU mewajibkan hanya partai baru ikut verifikasi menggunakan sistem sensus.
Padahal pada pemilu 2009 dan 2014 pemilu menggunakan sistem sampling.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mensinyalir ini merupakan upaya Komisi II menjegal partai baru agar ikut pemilu 2019.
Titi heran kenapa anggota DPR menginginkan sistem sensus diterapkan pada Pemilu 2019 padahal pemilu sebelumnya tidak menggunakan sistem tersebut.
"Kalau tujuannya sama ingin memperkuat konsolidasi kepartaian maka jangan tebang pilih semua partai harus ikut verifikasi. Jadi dengan sistem ini jangan sampai partai lama justru diuntungkan," kata Titi.
Menurutnya, jika sistem sensus diterapkan maka konsekuensinya beban kerja KPU akan bertambah dan benar-benar harus profesional melakukan verifikasi faktual di lapangan.
"Persoalannya kan sekarang banyak pekerjaan, belum lagi Pilkada dan persiapan Pemilu 2019," kata dia.
Demikian juga, jika sistem sensus diberlakukan maka membutuhkan anggaran yang tidak sedikit jumlahnya.
"Apakah ada jaminan semua parpol siap diverifikasi?" ujar Titi.
Sebelumnya diberitakan bahwa Komisi II DPR menggelar rapat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Badan Pengawas Pemilu dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri membahas konsultasi Peraturan KPU terkait verifikasi partai politik pemilu 2019 di kompleks parlemen, Senayan, Kamis (24/8).
Dalam kesempatan itu, Komisi II DPR meminta kepada KPU di dalam PKPU untuk menggunakan sistem sensus terhadap verifikasi anggota partai calon peserta pemilu.
Padahal, pada Pemilu 2009 dan 2014 sistem yang digunakan untuk verifikasi faktual adalah sistem sampling, di mana akan diverifikasi 10 persen dari jumlah anggota yang disetorkan.
Sekretaris Jenderal PSI, Raja Juli Antoni di Jakarta, Rabu (30/8/2017) mengatakan hal itu menimbulkan kecurigaan, seperti ada motif untuk menghalangi dan ketakutan terhadap kehadiran partai baru seperti PSI.
Toni menegaskan, salah satu alasan Komisi II DPR di dalam UU Pemilu yang menyebutkan dasar parpol lama tidak diverifikasi adalah karena persyaratan sama dengan Pemilu 2014.
“Nah, sementara mereka meminta KPU untuk memperlakukan perbedaan tata cara verifikasi calon peserta pemilu 2019 dengan apa yang mereka lakukan di Pemilu 2014” kata Toni.
Jika permohonan Komisi II DPR ini dikabulkan, lanjut Toni, KPU dalam PKPU mestinya berlaku untuk semua parpol, baik yang baru atau papol lama yang telah lolos 2014 harus diverifikasi ulang anggotanya dengan sistem yang sama, yaitu sensus.
“Apa pun persyaratan KPU tentang model verifikasi politik PSI siap menghadapinya. Tapi, kami juga menuntut konsistensi DPR dan KPU soal verifikasi parpol ini” tegas Toni.