TRIBUNNEWS.COM - Setelah hampir 20 tahun usia reformasi di negeri ini, tindak pidana korupsi masih belum hilang.
Padahal, sudah ada KPK yang berdiri untuk memberantasnya. Ini jadi pertanyaan mendasar setelah KPK terbentuk 15 tahun lalu.
Ketua Pansus Hak Angket KPK-DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa menyatakan hal itu sesaat sebelum memimpin rapat Pansus, Rabu (30/8/2017).
KPK dibentuk untuk menyelamatkan keuangan negara dari penyelewengan yang dilakukan para pejabat pusat maupun daerah. Uang negara harus untuk kepentingan rakyat, bukan untuk dikorupsi.
Namun, persoalan hari ini, kata Agun kepada para wartawan di DPR, KPK yang hanya mementingkan penindakan daripada pencegahan, membuat para pejabat daerah takut menggunakan anggaran.
Fungsi koordinasi KPK dengan lembaga lainnya juga sangat lemah. KPK jalan sendiri tanpa koordiansi dan kontrol.
“Kita termasuk bertanya-tanya, kok, jadi begini. Kok, banyak orang jadi kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen, malah pada takut. Jadi bendaharawan aja takut. Akhirnya daya serap anggaran pun rendah,” jelas Agun.
Inilah fenomena mutakhir di daerah. Untuk itu, Pansus mengundang asosiasi pemerintahan daerah dan dewan seluruh Indonesia untuk memberi masukan menyangkut penggunaan anggaran daerah sejak KPK berdiri.
“Kami ingin dapat masukan bagaimana setelah 15 tahun KPK berdiri terhadap penggunaan dan pengelolaan APBD. Asosiasi pemerintahan dan dewan kita undang untuk ikut terlibat. Saran dan masukan mereka seperti apa. Itu kita butuhkan, supaya kesimpulan yang kita buat bisa berlaku dari Sabang sampai Merauke,” papar Agun lagi.
Rabu pagi, Pansus mengundang Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerinta Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ADPSI), Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI), dan Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI).