Laporan wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Sub Tim 1 Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Chairul Anam menegakui pernah menyerahkan tas berisi sesuatu ke ruangan Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK.
Tas tersebut diberikan berdasarkan perintah Ali Sadli, selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK.
"Jadi Pak Ali hubungi saya untuk keruangannya anterin barangnya Pak Rochmadi. 'Nam, ini anterin ke Pak Rochmadi. Masukin ke dalam tas'. Kebetulan ada tas saya," kata Chairul Anam saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (7/9/2017).
Baca: KPK Sita 4 Mobil Milik Dua Auditor BPK Terkait Pencucian Uang
Cerita Anam, benda yang dimasukkan ke dalam tas tersebut dibungkus dalam paper bag atau tas yang memiliki selerekan.
Ali Sadli kemudian memberikan perintah agar penyerahan tas tersebut berlangsung mulus dan tidak ditanya staf Rochmadi.
Chairul Anam disuruh menenteng map merah.
Baca: KPK Tetapkan Dua Auditor BPK Jadi Tersangka Pencucian Uang
Map tersebut adalah jawaban jika ditanya alasan menemui Rochmadi.
"Nam ini bawa map. Entar kalau ditanya mau ngapain bilang saja antarein map disuruh Pak Ali," kata Anam menirukan perintah Ali Sadli.
Saat masuk ke ruangan Rochmadi, tas tersebut kemudian ditaruh di meja makan.
Rochmadi tidak berada di tempat.
"Mengenai isinya, itu saudara tahu?" tanya Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baca: Sekjen dan Irjen Kemendes PDTT Dapat Bocoran Dari Ketua Tim Pemeriksa BPK Akan Dapat Opini WTP
"Eggak tahu, Pak," jawab Anam.
Anam mengaku tidak berani bertanya dan hanya menjalankan perintah.
Diketahui kejadian tersebut terjadi pada 10 Mei 2017. Isi tas tersebut adalah uang Rp 200 juta dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT).
Uang itu diserahkan Kepala Bagian TU dan Keuangan Itjen Jarot Budi Prabowo kepada Ali Sadli.
Penyerahan uang itu dilakukan dua kali di kantor BPK, yaitu pada 10 Mei 2017 sebesar Rp 200 juta dan 26 Mei 2017 sebesar Rp 40 juta.
Suap tersebut agar Kementerian yang dipimpin Eko Putro Sandjojo mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualiaan (WTP) dari BPK.
Kasus tersebut menyeret Inspektur Jenderal Kementerian Desa PDTT Sugito dan Jarot menjadi terdakwa.
Sugito dan Jarot didakwa melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 64 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.