News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

YLBHI Berharap Kasus Dandhy Dwi Laksono Berakhir seperti Kasus Putra Jokowi

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kaesang Pangarep.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati meminta polisi tak tebang pilih dalam memproses kasus aktivis HAM Dhandy Dwi Laksono yang dilaporkan organisasi sayap PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur, ke Polda Jawa Timur.

Menurut Asfinawati, polisi harus konsisten dengan instruksi Surat Edaran Kepala Polri Nomor SE/06/X/2015 tertanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau ‘hate speech’.

"Polisi harus konsisten dengan apa yang sudah ditetapkan Kapolri. Kasus ujaran kebencian, Polisi harus proaktif untuk memonitor kasusnya, melakukan upaya mediasi, dan menyelesaikan secara musyawarah," kata Asfinawati, di Kantor YLBHI, Jakarta, Jumat (8/9/2017).

Ia membandingkan kasus pelaporan Dandhy dengan kasus pelaporan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep.

Dalam kasus Kaesang, polisi memutuskan tidak memproses laporan tersebut.

"Polisi kadang-kadang terkesan tebang pilih untuk konsisten terhadap aturan (SE Kapolri) contohnya pada kasus Kaesang. Kebetulan Kaesang adalah anak Presiden. Meski sebetulnya tindakan kepolisian sudah betul, tidak meneruskan laporan yang tidak beralasan," kata dia.

Baca: Dhandy Dilaporkan ke Polisi Gara-gara Samakan Megawati dengan San Suu Kyi

Oleh karena itu, Asfinawati berharap, hal yang sama bisa dilakukan kepolisian dalam kasus Dandhy yang dianggap menghina Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.

"Maka harusnya kepolisian juga melakukannya pada warga negara biasa yang menjalankan haknya dalam menjalankan demokrasi," kata Asfinawati.

Menurut dia, akan berbahaya jika kasus pelaporan Dandhy tetap diproses oleh pihak kepolisian karena berpotensi menghambat perkembangan demokrasi Indonesia yang sudah terbangun selama ini.

"Ke depan, polisi harus lebih selektif dalam menerima laporan-laporan ujaran kebencian. Kemudian, bisa melakukan upaya persuasif agar tidak menjadi ranah hukum," kata dia.

Sebelumnya, Repdem melaporkan pemilik akun Facebook bernama Dandhy Dwi Laksono ke Polda Jatim, Rabu (6/9/2017).

Dandhy menulis opini berjudul "San Suu Kyi dan Megawati", yang menyamakan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi.

Dalam tulisannya, Dandhy menilai sikap Suu Kyi yang dinilai abai terhadap krisis kemanusiaan di Rohingya memunculkan kekecewaan. Apalagi, sebelumnya Aung San Suu Kyi dinilai sebagai aktivis demokrasi di Myanmar.

Kekecewaan yang sama, menurut Dandhy, diperlihatkan Megawati.

Jika di era Orde Baru Megawati dikenal sebagai aktivis demokrasi, tetapi Megawati dianggap tidak melakukan pendekatan yang baik dalam menangani konflik di Aceh dan Papua saat menjadi presiden.

Dandhy menilai, sikap Megawati dan Aung San Suu Kyi memunculkan kekecewaan, sebab keduanya pernah dikenal sebagai simbol perjuangan demokrasi di negaranya masing-masing.

Tulisan yang dimuat di situs berita itu disebar melalui Facebook Dandhy pada 4 September 2017.

Dandhy yang kini dikenal sebagai sutradara film dokumenter tidak menyangka tulisannya itu menimbulkan polemik hingga dia dilaporkan ke polisi.

Dia khawatir aksi kelompok partisan politik itu sebagai bentuk represi baru bagi kebebasan berpendapat.

"Jika benar demikian, maka itu ancaman bagi demokrasi," ujar dia.

Penulis: Moh. Nadlir
Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: YLBHI Berharap Kasus Dandhy Dwi Laksono Berakhir seperti Kasus Kaesang

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini