Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - TNI sejatinya boleh membantu pemberantasan terorisme, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 34 tahun 2004 Tentang TNI.
Namun, aturan yang tertuang di UU tersebut, menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, kurang memberi ruang untuk TNI bergerak.
Baca: Mantan Pimpinan KPK Bandingkan Sikap SBY dan Jokowi Tangani Pelemahan KPK
Menurut dia, dalam revisi UU nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan terorisme, akan diatur agar TNI bisa lebih mudah ikut berpartisipasi dalam operasi pemberantasan teror.
"(revisi) undang-undang ini memberikan gambaran suatu ruang yang cukup luas untuk manuver TNI bersama polisi, bisa memadukan suatu sinergi yang kuat," kata Wiranto di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2017).
Baca: Korban Luka Akibat Ledakan Kereta Bawah Tanah London Bertambah Jadi 22 Orang
Dalam UU TNI, diatur bahwa operasi militer untuk pemberantasan teror oleh TNI, diperlukan keputusan politik.
Wiranto mengatakan jika diperlukan, akan disertakan pasal-pasal dalam revisi UU terorisme, agar TNI tidak tergajal keputusan politik saat mengambil langkah untuk melakukan pemberantasan aksi teror.
"(Kalau perlu) tanpa keputusan politik yang terlalu 'njlimet' (red: rumit), undang-undang ini bisa memberikan pintu masuk TNI untuk beraksi, kalau dibutuhkan ke sana, kita buatlah," katanya.
Wiranto mengingatkan, aksi kelompok-kelompok teror sudah sangat mengkhawatirkan.
Aksi pelaku teror tidak terbatas dengan aturan, bahkan batas-batas negara.
Baca: Pembahasan RUU Terorisme Dipastikan Rampung Awal Desember Ini
Menkopolhukam menganggap semua pihak harus dilibatkan dalam pemberantasan kelompok teror, termasuk TNI.
Selain itu, payung hukum yang ada untuk aparat pemerintah bergerak menindak para pelaku teror, menurut Wiranto, harus disusun sedemikian rupa, sehingga aturan-aturan tersebut tidak justru menghambat langkah aparat mengambil tindakan tegas.
Menkopolhukam menyebut aturan yang ada, harus memberikan ruang yang luas untuk aparat.
"Jangan terlalu detail, karena kalau terlalu detail, berarti justru membatasi gerakan-gerakan lawan terorisme yang kemungkinan sangat beragam," ujarnya.
Paling penting jangan ada prosedur yang dilangkah dalam menjalankan tugas.
"Terpenting tugas pokok dapat dilaksanakan, karena melawan terorisme, dia tidak pakai aturan. Mereka bebas bergerak menyerang, beraksi, kalau kita terpaku pada aturan, sangat kaku, kita tidak bisa menyelesaikan masalah itu," katanya.