Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Misi Pencari Fakta Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Myanmar, Marzuki Darusman mengatakan Tim Pencari Fakta (TPF) tidak bisa begitu saja menyimpulkan bahwa awal mula penyebab terjadinya kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya adalah terkait isu keagamaan.
Ia pun menjelaskan bahwa tugas timnya diawali dengan mencari fakta kemudian menyimpulkan.
"Tim ini nggak bisa menyimpulkan bahwa ini masalah konflik tertentu, karena tugas tim ini mencari fakta lalu menyimpulkan," ujar Marzuki, di Griya Gus Dur, Pegangsaan, Jakarta Pusat, Kamis (14/9/2017).
Menurutnya, dalam menganalisa atau meneliti suatu kasus, tidak bisa diawali dengan sebuah kesimpulan.
"Nggak bisa suatu analisa dimulai dengan kesimpulan, harus dimulai dengan fakta," jelas Marzuki.
Ia menambahkan, jika nanti laporan tersebut telah diterima oleh Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pun, kesimpulan tersebut juga tidam boleh dilakukan terlebih dahulu.
Baca: Saya Minum Tiga Butir PCC Rasanya Tenang Kaya Terbang, Pas Sadar Sudah Ada di RSJ
"Dengan demikian kalau (laporan) ini sudah bisa diterima (Dewan HAM PBB), mari kita urung dulu untuk menyimpulkan apa yang terjadi di sana," kata Marzuki.
Kendati demikian, Marzuki tidak dapat memungkiri bahwa memang etnis Rohingya saat ini tengah menghadapi situasi yang sangat sulit.
Kesengsaraan yang menurutnya sangat luar biasa.
"Tapi (memang) tidak bisa dibantah bahwa kesengsaraan yang luar biasa sedang menimpa masyarakat Rohingya dan Myanmar secara keseluruhan," tegas Marzuki.
Namun pada saat yang sama, mantan Pelapor Khusus PBB untuk Situasi HAM di Korea Utara itu merasa miris karena peristiwa kejahatan kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya di Rakhine State, tidak dirasakan pula oleh masyarakat lainnya di wilayah lainnya di Myanmar.
"Saya nggak bisa bayangkan penderitaan satu bagian bangsanya tidak dirasakan oleh masyarakat lainnya (di negara tersebut)," papar Marzuki.
Oleh karena itu, Marzuki berharap tantangan yang kini dihadapi oleh negara tersebut bisa berakhir secara baik jika Myanmar bisa menghadapinya.
Baca: Penjual PCC yang Bikin Puluhan Pelajar Kejang-kejang Ternyata IRT dan Apoteker
"Ini suatu proses nation building yang suatu ketika akan bermuara secara baik, bilamana tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa Myanmar bisa dihadapi sebaik-baiknya," tutur Marzuki.
Termasuk melalui bantuan kerja sama dari negara-negara yang bertetangga dengan Myanmar.
"Apalagi disertai kerja sama bangsa-bangsa yang ada di sekitar wilayah itu," tandas Marzuki.
Sebelumnya, TPF Kasus Myanmar diketuai oleh Advokat Mahkamah Agung India, Indira Jaising.
Namun kemudian, pada 27 Juli lalu, Presiden Dewan HAM PBB Joaqun Alexander Maza Martelli menunjuk Marzuki Darusman sebagai Ketua TPF tersebut, menggantikan Indira Jaising.
Marzuki bersama timnya ditugaskan untuk menyelidiki tuduhan pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap etnis Rohingya.
Ia bergabung dengan dua anggota lainnya yakni seorang Pengacara asal Sri Lanka dan lulusan Harvard University Radhika Coomaraswamy, serta Konsultan Australia Christopher Dominic Sidoti.
Tim tersebut akan fokus pada negara bagian Rakhine atau Rakhine State yang merupakan rumah bagi etnis atau minoritas muslim Rohingya yang hingga kini tidak memiliki status kewarganegaraan.
TPF tersebut bekerja secara independen dan objektif, serta didukung oleh tim spesialis HAM PBB dari Jenewa.