TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wali Kota Batu, Jawa Timur, Eddy Rumpoko, menampik sangkaan KPK bahwa dirinya menerima suap Rp 500 juta dari pengusaha Filipus Djap terkait proyek mesin meubelair.
Ia mengaku tidak tahu proyek tersebut dan merasa tidak menerima uang suap dari Filipus Djap yang memang lama dikenalnya.
Hal itu disampaikan Eddy Rumpoko saat dilakukan penahanan pasca-terjaring OTT, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (17/9/2017) sore.
Baca: Kabur dari Rutan Polres Jakbar, Dua Tahanan Tewas Ditembak di Pemakaman
"Saya enggak tahu, duitnya dari mana saya enggak tahu," jawab Eddy saat ditanya wartawan tentang uang Rp200 juta dari pengusah Filipis Djap.
"Lho, duitnya saya enggak tahu, enggak nerima saya," imbuhnya.
Sebelumnya pimpinan KPK menyatakan, pihaknya melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap lima orang di Batu, Jatim, pada Sabtu (16/8/2017) siang kemarin.
Tiga orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka kasus proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu Tahun Anggaran 2017 senilai Rp 5,26 miliar.
Ketiganya yakni, Wali Kota Batu Eddy Rumpoko dan Kabag ULP Kota Batu Edi Setyawan selaku yang diduga menerima suap masing-masing Rp500 juta dan Rp100 juta, serta pengusaha Filipus Djap yang diduga sebagai pemberi suap.
Baca: Sekda Saefullah Berharap Liga Santri Tumbuhkan Bibit Pemain Bola Bertaraf Nasional
Dalam penangkapan Eddy Rumpoko di rumah dinas Wali Kota Batu, tim KPK menemukan barang bukti uang Rp200 juta yang diduga pemberian dari pengusaha Filipus Djap.
Sebelum itu, tim KPK telah mempunyai bukti Eddy Rumpoko juga menerima suap dari pihak Filipus Djap bermodus pelunasan pembelian mobil Alphard senilai Rp300 juta.
Pemberian Rp500 juta tersebut diduga fee 10 persen atas pemulusan proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun anggaran 2017 senilai Rp 5,26 miliar.
Diketahui proyek tersebut dimenangkan oleh PT Dailbana Prima, di mana Filipus Djap menjadi direktur perusahaan tersebut.
Eddy Rumpoko membantah seluruh sangkaan dari pihak KPK itu.
Ia mengaku tidak tahu-menahu proyek maupun uang pemberian Filipus Djap sebagaimana yang disangkakan oleh pihak KPK.
Ia menceritakan, dirinya ditangkap okeh tim KPK sewaktu mandi di rumah dinas. Menurutnya, saat itu tidak ada barang bukti uang Rp200 juta pemberian dari Filipus Djap.
"Jadi, waktu terjadi di rumah dinas saya sedang mandi tahu-tahu ada tim KPK masuk ke kamar mandi shooting saya segala macam . Dan saya (tanya) ada apa, katanya OTT. OTT-nya mana, saya bilang gitu," kata Eddy.
Eddy juga membantah mobil Alphard miliknya dilunasi oleh Filipus Djap. Menurutnya, mobil tersebut merupakan milik perusahaannya, PT Duta Perkasa Unggul Lestari (PT DUPL). "Aphard-nya udah lunas. itu punyaan perusahaan DPUL gitu lho," katanya.
Meski begitu, Eddy Rumpoko yang juga berlatar belakang pengusaha properti tersebut mengakui dirinya mengenal pengusaha Filipus Djap sejak lama.
Bahkan, ia yang menyarankan keluarga Filipus Djap untuk membangun hotel di wilayah Batu.
"Tadi pemeriksaannya ditanyakan seputar masalah kenal sama Pak Filip. Saya kenalnya Pak Filip, dia pengusaha hotel gitu lho, keluarganya usaha hotel," akunya.
Ia pun mengaku tidak tahu-menahu soal proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun anggaran 2017 senilai Rp 5,26 miliar.
Sepengetahuannya, ada proyek pengadaan meubelair dalam APBD 2017 yang memang dikarenakan kebutuhan kantor baru Pemkot.
Tapi, ia mengaku tidak tahu susah atau belum proyek tersebut direalisasikan. "Saya tahunya ya semuanya baik-baik aja," ujarnya.
Menurut seluruh proyek pengadaan itu di bawah kewenangan anak buahnya, Edy Setyawan, selaku kepala bagian pengadaan.
"Kalau sekarang dituduhkan bahwa saya mengintervensi, bagaimana? Wong namanya semua terbuka dan saya enggak tahu persis satu per satu," ucap Eddy.