Sedangkan literasi dalam bermedia sosial itu juga harus ditanamkan. Apalagi saat ini sudah ada komunitas-komunitas bagi menangkal hoax.
“Di dalam islam sendiri sudah ada tradisi ajaran untuk melakukan tabayyun, yakni untuk mencari penjelasan yang benar itu gimana tentang berita yang diberitakan itu, sehingga tidak menelan mentah mentah berita yang diberitakan di media sosial,” jelasnya..
Untuk itu menurutnya diperlukan penegakan hukum yang kua. Sehingga selain melalui kecerdasan bermedia melalui pendidikan maka penegakan hukum itu menjadi penting. Pengalaman di masyarakat kita sendiri bisa menjadi pelajaran. Dirinya memberikan contoh beberapa kasus konflik yang terjadi di negara Indonesia juga karena media sosial,
“Untuk itu mau tidak mau penegakan hukumnya harus lebih ditegakkan lagi. Sebab jika tidak terjadi penegakan hukum itu sangat bahaya. Contonya sekarang ini di medsos namanya saracen. Setelah saracen itu ditemukan, maka hoax di medsos itu turun sampai 50 persen,” tuturnya.
Demikian juga dalam menjaga kearifan lokal yang merupakan budaya turun temurun di negeri kita. Pria yang juga dosen Magister Studi Islam (MSI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini berpesan agar budaya dan kearifan lokal sangat penting untuk dijaga dan dirawat di era sekarang ini.
Apalagi intervensi dari budaya-budaya barat dan negara lainnya sudah cukup mengkhawatirkan masuk ke Indonesia.
"Saya kira merawat, menjaga kearifan lokal dan budaya sangat penting. Karena intervensi peradaban barat dan dari negara lain sangat mendesak kita. Kalau kearifan lokal itu hilang tidak ada lagi kebanggan bagi bangsa kita. Kearifan lokal ini juga sebagai upaya kita untuk merawat NKRI. Dan kita harus bangga dengan banyaknya budaya yang ada di negeri kita," katanya.