TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta tidak menerima permintaan Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan rapat konsultasi.
Hal itu disampaikan pegiat Antikorupsi, Hendrik Rosdinar yang juga Manajer Advokasi Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi (YAPPIKA) ini kepada Tribunnews.com, Selasa (19/9/2017).
"Aroma "move" politik lebih terasa ketimbang tujuan yang benar. Sebaiknya Presiden tidak menerima permohonan mereka," tegas Hendrik Rosdinar.
Baca: Polisi Musnahkan Hasil Panen Wortel Ilegal dari China
Karena jika tidak menolak, menurut Hendrik Rosdinar, Presiden Jokowi akan masuk jebakan yang diskenariokan Pansus Angket KPK untuk melemahkan KPK.
Padahal selama ini Presiden Jokowi selama ini bersuara lantang menolak upaya pelemahan KPK.
"Jika tidak ingin terjebak dalam skenario Pansus untuk melemahkan KPK," ujarnya.
Baca: Ini Alasan Jasa Boneka Seks Berbagi di China Terpaksa Dihentikan
Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengagendakan rapat konsultasi dengan Presiden Joko Widodo.
Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Taufiqulhadi menuturkan, surat telah dikirimkan kepada pimpinan DPR untuk diteruskan kepada Presiden.
"Kami telah mengirimkan surat kepada pimpinan DPR, meminta agar mengirim surat kepada Presiden segera untuk mengagendakan rapat konsultasi antara Presiden dan pansus," kata Taufiqulhadi dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/9/2017).
Baca: Terdapat Kelainan di Organ Dalam Siswa Korban Duel Gladiator, Diduga Akibat Kekerasan
Pansus berharap rapat konsultasi dapat dilakukan sebelum masa akhir kerja Pansus Angket, yakni 28 September 2017.
Menurut Taufiq, kerja Pansus Angket KPK penting untuk dilaporkan kepada Presiden untuk menyampaikan perkembangan tugas dan tujuan-tujuan pansus sebagai pemahaman kepasa presiden dalam konteks hubungan kelembagaan di Indonesia.
Pansus dalam konferensi pers tersebut juga menunjukkan lima koper berisi temuan-temuan.