TRIBUNNEWS.COM - Sesuai tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), Sekretariat Jenderal DPR RI memiliki tugas mendukung kegiatan Dewan dari sisi administratif dan keahlian.
Dukungan administrasi tersebut, termasuk menyiapkan sarana dan prasarana yaitu pembangunan gedung dalam pelaksanaan tugas konstitusionalnya.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Achmad Djuned dalam seminar nasional “Rencana Pengembangan Kawasan Parlemen: Pembangunan Alun-alun Demokrasi dan Gedung DPR” di Ruang Abdul Muis Gedung Nusantara DPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (20/9/2017).
“Karena itu Sekjen punya kewajiban menyiapkan sarana termasuk Gedung DPR. Ini adalah kewajiban pemerintah dan yang mewakili pemerintah di DPR adalah Sekjen,” tandasnya.
Dijelaskan Djuned, rencana pembangunan Gedung DPR sudah dimulai sejak Ketua DPR Agung Laksono, Marzuki Alie dan kini Setya Novanto dan tiga Sekjen DPR yakni Nining Indra Saleh, Winantuningtyas Titi dan sekarang Achmad Djuned. Hingga sekarang belum mulus karena masih ada pro kontra.
Gedung Nusantara I DPR yang sekarang menjadi kantor anggota, lanjut Djuned, dibangun pada tahun 1997. Saat itu dibangun untuk kapasitas 800 orang terdiri 560 anggota dan staf.
Namun seiring perkembangannya, kini Gedung Nusantara I ditempati 560 anggota ditambah 7 staf terdiri 5 tenaga ahli dan 2 staf administrasi sehingga kini ditempati lebih dari 5 ribu orang.
Tidak itu saja, luas ruangan anggota hanya berkisar antara 28 m2 hingga 36 m2, ditempati seorang anggota dan 7 staf ditambah dokumen yang terus bertambah, semakin lama beban ruangan itu tidak mencukupi.
Karena itu pada tahun 2014 dibahas kembali dan Ketua DPR tanggal 10 Pebruari 2015 berkirim surat kepada Presiden mohon ijin untuk melanjutkan pembangunan perpustakaan dan museum. Pada bulan yang sama disetujui melalui surat Mensesneg untuk melanjutkan pembangunan gedung.
Sekjen DPR juga berkirim surat kepada Sekretaris Menteri Negara dan yang terakhir mendapat balasan dari Mensesneg dengan Nomor B 264/Mensesneg/D3/HL 0001/03/2015 tanggal 16 Maret 2015 yang ditujukan kepada Sekjen mengenai penataan kawasan MPR/DPR dan DPD RI.
Dan pada prinsipnya Presiden telah menyetujui rencana pembangunan gedung dalam rangka penataan kawasan MPR/DPR dan DPD dalam satu kesatuan.
Dalam kesempatan tersebut, Djuned juga menjelaskan, bahwa pasca gempa tahun 2009, sudah berkirim surat ke Kementerian PUPR.
“Alhamdulillah hasil audit tidak ada kemiringan arah vertikal. Kalau kemarin ada isu soal kemiringan, kami sudah dapat audit tidak ada soal kemiringan,” katanya.
Meski demikian, tambahnya, ada keretakan dari lantai 6 sampai 23, namun rekomendasi dari PU supaya diinjeksi, dan itu sudah dilakukan. Kesimpulannya indikasi retak itu sudah diperbaiki.
Selain itu ada rekomendasi agar ada pembatasan pembebanan agar setiap meter persegi Gedung Nusantara I tidak lebih dari 200 kg.
Atas dasar itu, Setjen DPR RI akan melakukan pembangunan gedung, yang direncanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
Yaitu sesuai Perpres untuk pejabat negara/Eselon I maka luasan ruangan adalah 117 m2 dan dari hasil study banding ke MA dan MK bahwa mereka membangun ruangan seluas itu, bukan seperti yang sekarang hanya 28m2 hingga 36 m2.
Diakui dalam pembangunan gedung masih ada kendala, yakni soal analisa biaya dan pentahapan dan pihaknya sudah berkirim surat ke Kementerian PUPR.
Selain itu terkait jangka pembangunan yang diharapkan dilaksanakan tahun jamak namun diputuskan setelah ada analisa biaya.
“Mudah-mudahan pada tahun 2018 kita bisa memulai lagi apa yang menjadi cita-cita dan angan-angan DPR memiliki gedung baru akan terwujud. Karena ini merupakan kewajiban pemerintah, kalau Presiden menunjuk yang membangun Kementerian PUPR, kamipun tak masalah,” kata Djuned menambahkan.