TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menilai kemenangan Setya Novanto pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 29 September 2017 lalu sudah bisa diprediksi.
Hal tersebut disampaikan Jali selaku koordinator koalisi tersebut.
Jali mengatakan ahli hukum telah melakukan kajian dan melihat dari sisi praperadilan bahwa memang besar kemungkinan praperadilan dimenangkan Setnov.
"Menurut kajian ahli hukum dari sisi praperadilan, sebenarnya kemenangan Setya Novanto udah bisa diprediksi," ujar Jali, saat ditemui disela aksi damai, di kawasan Car Free Day, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (1/10/2017).
Baca: Setya Novanto Menang Praperadilan, Fahri Hamzah Ikut Senang
Ia mencium sejumlah kejanggalan yang dilihat dari proses sidang praperadilan tersebut.
Satu diantaranya, Setnov menggunakan hasil kajian Pansus Angket KPK yang saat ini saja menurutnya masih diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ada 6 kejanggalan, salah satunya dia pakai hasil kajiannya pansus hak angket yang hingga kini keberadaannya masih diuji di MK, itu satu hal yang aneh," jelasnya.
Tidak hanya itu, bukti yang dimiliki oleh lembaga anti rasua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun dianggap tidak valid dalam sidang praperadilan tersebut.
"Bahkan bukti versi KPK dianggap nggak valid, bukti yang sudah dipakai untuk terdakwa lain tidak dipakai oleh hakim di praperadilan Setnov," katanya.
Baca: Saat Menkopolhukam, Panglima TNI dan Kapolri Kompak Salam Komando
Jali menegaskan, kejanggalan-kejanggalan tersebut mengindikasikan adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Hakim Tunggal Cepi Iskandar dalam putusan terkait status tersangka Ketua DPR RI dalam kasus korupsi mega proyek e-KTP yang ditangani oleh KPK itu.
"Itu logika yang cukup aneh dan kita melihat ada indikasi penyalahgunaan (wewenang) oleh Hakim Cepi," tegasnya.
Oleh karena itu ia menuturkan, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menggelar aksi damai untuk menyampaikan kekecewaan masyarakat terkait putusan tersebut.