TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung menegaskan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi masih berwenang untuk menetapkan kembali Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik tahun anggaran 2011-2012.
Baca: Gladi Bersih Upacara HUT ke-72 TNI di Cilegon Dipimpin Langsung Jenderal Gatot Nurmantyo
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat 3 Perma Nomor 4 tahun 2016.
"Bahwa putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi," kata Abdullah dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Penetapan status tersangka tersebut, kata Abdullah diterbitkan setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti baru yang sah berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara.
Kata Abdullah, esensi dari praperadilan hanya menentukan keabsahan penetapan tersangka dan tidak menghilangkan perbuatan pidananya itu sendiri.
Abdullah mengungkapkan Mahkamah Agung sama sekali tidak boleh intervensi terkait putusan praperadilan. Oleh sebab itu apapun dan bagaimanapun putusan hakim menjadi tanggung jawab mutlak hakim yang bersangkutan dan tidak ada hubungan dengan Ketua Pengadilan yang bersangkutan, atau Ketua Pengadilan Tingkat Banding maupun Pimpinan Mahkamah Agung.
"Mahkamah Agung menghormati apa yang telah diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait dengan praperadilan kasus Setya Novanto," kata dia
Sekadar informasi, hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP melanggar Undang-Undang KPK, KUHAP dan SOP KPK.