TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung berjanji bahwa Badan Pengawasan akan bersungguh-sungguh untuk menindaklanjuti aduan masyarakat terhadap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar.
Cepi Iskandar adalah hakim tunggal yang menyidangkan gugatan praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan e-KTP.
Tahap pertama yang dilakukan adalah Badan Pengawasan akan mempelajari apakah laporan tersebut masuk kategori dugaan pelanggaran kode etik atau terkait teknis yuridis.
Apabila ditemukan unsur mengarah dugaan pelanggaran etik, Mahkamah siap melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang bersangkutan.
"Apabila ada bukti- bukti bahwa hakim pemeriksa perkara ini melanggar etika, MA siap melakukan pemeriksaan dan tindakan kepada hakim yang bersangkutan," kata Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung, Abdullah, di kantornya, Jakarta, Jumat (6/10/2017).
Namun jika setelah dikaji ternyata aduan tersebut masuk ke dalam teknik yuridis, maka Mahkamah Agung tidak akan mencampuri.
Abdullah beralasan karena itu kewenangan hakim yang memeriksa perkara.
Dengan kata lain, Abdullah menegaskan bahwa hakim Cepi lah yang tahu terkait putusan tersebut dan harus harus bertanggung jawab terhadap putusannya.
"Tetapi kalau itu yang diajukan menyangkut teknis yuridis ini MA tidak akan melakukan tindakan apapun bagian menghormati independensi hakim dalam menjalankan kekuasaan kehakiman yang bebas," ungkap Abdullah.
Baca: Wiranto Akui Aturan Pembelian Senjata Bisa Multi Tafsir
Lebih lanjut, Abdullah mengatakan Badan Pengawasan sebenarnya telah menerjunkan tim khusus untuk memonitor jalannya persidangan gugatan praperadilan Setya Novanto.
Jadi selain laporan masyarakat, Mahkamah sudah memiliki data-data tersendiri.
Kata Abdullah, butuh waktu untuk mengkajinya. Abdullah belum bisa memastikan waktu yang mereka butuhkan untuk memutuskan apakah masuk dugaan pelanggaran etik atau terkait teknis yuridis.
Sebelumnya, Hakim Cepi Iskandar memutuskan penetapan ketua umum DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP tidak sah karena tidak sesuai dengan prosedur yang di dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, KUHAP dan SOP KPK.