TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) angkat suara terkait anggaran sebesar Rp 2,6 triliun untuk Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri.
Menurut Koordinator Divisi Investigasi Indonesian Corruption Watch (ICW) Febri Hendri, anggaran Densus Tipikor sebesar Rp 2,6 triliun tidak adil terutama bagi penyidik Kejaksaan.
Berdasarkan catatan ICW, bahwa Kejaksaan menangani kasus korupsi tiga kali lipat dibandingkan dengan kasus korupsi yang ditangani Kepolisian.
"Mengapa Kepolisian terutama Densus yang diberikan anggaran yang besar?" kata Febri Hendri kepada Tribunnews.com, Jumat (13/10/2017).
Seharusnya kata dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR juga beri anggaran yang jauh lebih besar bagi Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi.
"Karena mereka menangani kasus korupsi lebih banyak dibanding kepolisian," ujarnya.
Apalagi kejaksaan menghadapi banyak hambatan anggaran dan menangani perkara korupsi karena anggarannya dipotong.
Baca: Kebut Pekerjaan, Djarot Langsung Pulang Ke Rumah Dinas
"Jadi, kami meminta Presiden dan DPR jangan menganaktirikan Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi," ucapnya.
Sebagaimana diberitakan, Polri mengajukan alokasi anggaran Rp2,6 triliun untuk mendukung kinerja Densus Tipikor.
"Anggaran Densus Tipikor sudah dihitung. Pada rapat sebelumnya sudah disampaikan perlu dipikirkan tentang satu penggajian kepada para anggota agar sama dengan di KPK," kata Kepala Polri Jenderal Polisi Tito Karnavian dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Jakarta, Kamis (13/10/2017).
Tito merinci kebutuhan anggaran untuk belanja pegawai yang jumlahnya 3.560 personel mencapai Rp786 miliar, belanja barang operasional penyelidikan dan penyidikan Rp359 miliar, dan belanja modal Rp1,55 triliun.
"Termasuk membuat sistem dan kantor serta pengadaan alat penyelidikan, penyidikan, pengawasan. Karena itu setelah ditotal mencapai Rp2,6 triliun," katanya.