Laporan wartawan Tribunnews.com. Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Khusus Presiden Kelompok Kerja Papua, Lenis Kogoya mengatakan kericuhan yang terjadi di Kantor Kementerian Dalam Negeri beberapa hari lalu terjadi karena spontanitas warga Tolikara.
"Jadi itu bukan terencana, itu keceplosan langsung (spontan)," ujar Lenis di Gedung Kemensetneg, Jalan Veteran III, Jakarta, Jumat (13/10/2017).
Baca: Perombakan Pengurus Golkar Dinilai Sebagai Upaya Penguatan Posisi Setya Novanto
Lenis menjelaskan, kericuhan terjadi karena warga merasa tidak mendapatkan perlakuan yang menyenangkan dari pihak Kemendagri yang tidak memberikan kesempatan agar dapat bertemu Menteri Tjahjo Kumolo.
"Karena persoalan yang saya dapat laporan itu mereka pagi ingin ketemu menteri tapi diarahkan ketemunya Dirjen. Terus Dirjennya tidak mau menemui sampai sore, jadi merekaā€ˇ kesal," ucap Lenis.
Lenis memahami budaya yang dimiliki masyarakat Papua.
Sehingga, ada penanganan yang berbeda terhadap masyarakat Papua dalam hal mendengarkan aspirasi mereka.
Baca: Buntut Kericuhan di Kantor Kemendagri, Polisi Tahan 11 Orang
"Coba disini mereka orang-orang Papua antri dan ditemui staf saya mereka marah-marah juga sama, mereka maunya ketemunya saya," ucap Lenis.
"Jadi mereka ingin diterima dengan baik, setelah selesai pembahasan baru pulang. Jadi itu budayanya," kata Lenis.
Diketahui, Penyerangan di Kantor Kemendagri tersebut terjadi sekitar pukul 15.00 WIB, Rabu (11/10/2017).
Baca: Kantor Kemendagri Diserang, Tjahjo Kumolo: Harga Diri dan Kehormatan Saya Terganggu
15 orang jadi korban karena kerusuhan tersebut.
Lima korban dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto sementara 10 lainnya di poliklinik.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono mengatakan, dalam peristiwa rusuh itu, 15 orang yang berasal dari LSM Barisan Merah Putih Provinsi Papua.
"Ada 15 orang kita amankan di Polda Metro Jaya," ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Rabu (11/10/2017).
Awalnya, sebelum terjadi kerusuhan, mereka menuntut pengesahan John Tabo-Barnabas Weya sebagai bupati terpilih hasil Pilkada Tolikara.