TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsjad Tumenggung (SAT) tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (13/10/2017).
Padahal seharusnya, Syafruddin diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.
“SAT tidak datang, kuasa hukumnya sudah menyampaikan surat untuk minta penjadwalan ulang,” kata Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Lantaran tidak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan, Yuyuk menuturkan penyidik akan menjadwalkan ulang pemeriksaan pada Syafruddin di minggu depan.
Baca: Presiden Filipina Duterte Ngamuk, Aancam Usir Semua Diplomat Eropa di Manila
Baca: Mulai 2019, Sertifikasi Produk Halal Jadi Kewajiban dan Akan Dijalankan Kemenag
Pihaknya berharap Syafruddin koperatif dengan penyidik untuk diperiksa terkait materi kasus. Ini lantaran pada pemeriksaan perdana pada Rabu (3/5/2017) silam. Penyidik baru menggali informasi tentang pengangkatan, tugas dan fungsi tersangka sebagai sekretaris KKSK dan Ketua BPPN.
Untuk diketahui setelah melakukan penyelidikan tahun 2014 dengan meminta keterangan dari banyak pihak, akhirnya tahun 2017 ini KPK menetapkan tersangka di kasus ini.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan penyidik telah meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan dan memiliki bukti permulaan yang cukup menetapkan tersangka pada mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syarifuddin Arsyad Temenggung (SAT).
Syarifuddin diduga telah menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatannya atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara hingga Rp 4,58 triliun dengan penerbitan SKL BLBI untuk Sjamsul Nursalim.
Atas perbuatannya, Syafruddin Arsyad Temanggung disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Terkait penetapan tersangkanya, Syafruddin sempat melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan hasilnya, KPK menang digugatan itu sehingga Syafruddin tetap menjadi tersangka dan penyidikan terus berlanjut.
Sementara itu, Syamsul Nursalim sudah dua kali mangkir diperiksa penyidik KPK sebagai saksi. Padahal surat panggilan bagi Syamsul dan istri sudah dilayangkan secara patut ke kediaman mereka di Singapura.