TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati metode yang digunakan Mabes Polri saat membentuk Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor).
Menurut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang yang terpenting antar penegak hukum dapat saling berkoordinasi untuk bisa memberantas korupsi.
"Ya modelnya apapun terserah. Yang penting kalau kita ikuti format-format di luar, bagaimana polisi, bagaimana jaksa dan badan anti korupsinya, mereka kan kerjasama, dalam hal keterbeatasan yang satu mengawasi sepeti kemarin beberapa case kita serahkan ke Polda," kata Saut kepada wartawan di Gedung DPR, Senyan, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2017).
Baca: Tiga Saksi Kasus Suap Bupati Rita Tidak Penuhi Panggilan KPK
Menurutnya, antar lembaga penegak hukum dalam pemberantasan korupsi saling melengkapi satu sama lainnya.
Hal ini perlu dilakukan agar musuh-musuh seperti para koruptor tidak memanfaatkan celah bila para penegak hukum bila tak rukun.
"Itu yang mungkin harus kita pahami, ini complementary satu sama lain, musuhnya keenakan kalau kita semua berantem, iya dong," kata Saut.
"Makanya Kalo ada ide, inovasi, rencana ada keinginan mari kita bagi sama-sama. Kita duduk sama-sama, roadmap-nya seperti apa," tambahnya.
Saut menyebut KPK hingga 2023 terus membangun integritas untuk memberantas korupsi-korupsi berskala besar. Anggaran yang dimiliki KPK, lanjut Saut bahkan banyak dikeluarkan dalam rangka pencegahan, bukan hanya di bidang penindakan saja.
"Uang kita itu justru lebih banyak di pencegahan, dan orang-orangnya juga, tapi lagi-lagi ini kan jalan panjang," kata Saut.
Baca: Suasana Ricuh Sempat Terjadi Saat Anies-Sandi di Balai Kota DKI
Sebelumnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian menawarkan adanya dua metode kerja Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi.
Menuurutnya, dua metode ini diharapkan dapat membuat kerja pemberantasan korupsi efektif dan efisien.
"Pertama, dibentuk satu atap dengan Jaksa Penuntut Umum sehingga kepemimpinannya bukan dari Polri namun kami usulkan satu perwira tinggi bintang dua Kepolisian, satu dari Kejaksaan, dan satu dari Badan Pemeriksa Keuangan," kata Tito dalam Rapat Kerja Gabungan di Komisi III DPR, Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2017).
Menurut Tito metode pertama ini memiliki kekuatan di pimpinan bukan subordinat namun kolektif kolegial.
Tito meyakini dengan metode ini pemberantasan korupsi akan sulit diintervensi.
Sementara metode kedua menurut Tito, tidak perlu satu atap antara Polri dengan Kejaksaan namun seperti Detasemen Khusus 88 Anti-teror dimana ada Satgas Penuntutan dari Kejaksaaan untuk menangani kasusnya.