TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memblokir rekening milik mantan ketua DPRD Kota Malang, M Arief Wicakcono (MAW), tersangka di kasus suap dalam pembahasan APBD-P TA 2015 Pemkot Malang.
"Penyidik telah memproses pemblokiran rekening tersangka sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dalam penanganan tindak pidana korupsi ini," ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Senin (23/10/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Selain itu, dalam perkara ini diungkapkan Febri, penyidik juga mendalami informasi dugaan penerimaan uang "pokir" terkait dengan pengesahan APBD-P TA 2015 oleh sejumlah pihak.
Komunikasi sejumlah pihak terkait perkara ini juga terus diklararifikasi pada saksi-saksi. Hari ini, 23 Oktober 2017, penyidik memeriksa 6 saksi di Polres Malang.
"Hari ini, penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap enam saksi, yakni satu orang staf Sekwan dan lima anggota DPRD Kota Malang," ujar Febri.
Baca: Besok Presiden Jokowi Kumpulkan Kepala Daerah di Istana
Febri menambahkan sejak Rabu (18/10/2017) sampai hari ini, telah dijadwalkan pemeriksaan sekitar 35 saksi. 31 diantaranya adalah anggota DPRD Kota Malang dan unsur lain adalah sekda, Kepala Bidang dan staf Sekwan.
Diketahui mantan Ketua DPRD Malang Muhamad Arief Wicakcono ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus berbeda.
Pertama Arief diduga menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (Kadis PUP2B) Pemkot Malang Jarot Edy Sulistyono sebesar Rp700 juta.
Uang diberikan untuk memuluskan pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Malang tahun 2015.
Kemudian pada perkara kedua, Arief diduga menerima suap dari Komisaris PT ENK Hendrawan Maruszaman sebesar Rp250 juta.
Uang ini diberikan berkaitan penganggaran proyek pembangunan jembatan Kedungkandang dalam APBD Pemkot Malang tahun 2016 pada 2015 dengan nilai Rp98 miliar.
Proyek itu rencananya digarap secara multiyears pada 2016 hingga 2018 mendatang.
Atas perbuataanya, Arief sebagai pihak penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
Sementara Jarot dan Hendrawan sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.