TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan penyidik telah merampungkan berkas penyidikan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Non-aktif, Nur Alam.
Alhasil Nur Alam akan segera disidang dalam waktu dekat setelah berkasnya dilimpah ke tahap penuntutan.
Diketahui, Nur Alam ditersangkakan KPK atas dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan oleh penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Provinsi tahun 2008-2014 yang merugikan negara sekira Rp3,4 triliun.
"Hari ini dilakukan pelimpahan tahap dua bersamaan dengan akan berakhirnya masa penahanan terakhir selama 30 hari," ujar Febri, Selasa (31/10/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Febri melanjutkan setelah berkas penyidikan Nur Alam dilimpahkan ke tahap penuntutan. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mempunyai waktu 14 hari untuk menyusun dakwaan sebelum nantinya digelar persidangan perdana di Tipikor.
Meski begitu, Febri menyatakan pihaknya belum dapat memastikan dimana persidangan terhadap Nur Alam akan digelar.
KPK lanjut Febri masih mengupayakan agar persidangan Gubernur Sultra non-aktif tersebut digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Rencana persidangan masih kami pertimbangkan apakah di Jakarta atau Sultra. Jika akan dilakukan di Jakarta, KPK akan proses lebih lanjut ke Mahkamah Agung (MA)," tambahnya.
Nur Alam sendiri telah resmi ditahan KPK pada Rabu (5/7/2017) setelah diperiksa selama delapan jam lalu dijebloskan ke Rutan Klas I Jakarta Timur, cabang KPK Pomdam Jaya Guntur.
Penetapan Nur Alam sebagai tersangka sudah dilakukan sejak Agustus 2016, kini penahanan Nur Alam diperpanjang selama 30 hari kedepan sejak 3 September 2017 lalu hingga 2 Oktober 2017 nanti.
Oleh penyidik KPK, Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan Percadangan Wilayah Pertambangan, persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi ke PT AHB.
Atas dugaan itu, Nur Alam dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.