TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Direktur Utama PT Duta Graha Indah (DGI) 1999-2012 Dudung Purwadi mengaku sebagai pihak yang pasif terkait dua perkara yang menjerat dirinya.
Kedua kasus korupsi itu yakni pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Uniersitas Udayana tahun anggaran 2009 dan tahun anggaran 2010 dan proyek pembangunan Wisma Atlet dan gedung serba guna provinsi Sumatera Selatan tahun 2010-2011.
PT DGI bertindak sebagai pelaksana proyek itu.
"Saya adalah pihak yang pasif dalam dua perkara ini dimana saya tidak pernah melakukan pembicaraan fee dengan Muhammad Nazaruddin, Made Meregawa maupuan Saudara Rizal Abdullah," kata Dudung saat membacakan nota pembelaan pribadi atau pledoi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (8/111/2017).
Baca: Acungkan Jari Tengah ke Rombongan Mobil Trump, Begini Akhirnya Nasib Perempuan Ini
Nazaruddin adalah bekas bendahara umum Partai Demokrat sebagai pemilik Permai Grup.
Dia lah yang mengatur proyek tersebut beserta pemenang tendernya.
Sementara Made Meregawa adalah Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Udayana dan telah divonis. Adapun Rizal Abdullah adalah Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet.
Menurut Dudung, untuk menjerat dia pada perkara tersebut, Nazaruddin telah memberikan kesaksian tidak benar di persidangan yang mengatakan dia mengetahui adanya pemberian 'fee' untuk proyek yang dikerjakan PT DGI.
Keterangan yang dimaksud Dudung adalah mengenai pertemuan dirinya dengan Nazaruddin, Anas Urbaningum dan Sandiaga Uno di Hotel The Ritz Carlton tahun 2008.
Baca: Foto Ini Perlihatkan Para Pangeran Arab Saudi yang Ditangkap Dibiarkan Tidur di Lantai Hotel
Selain itu, Dudung mengaku tidak tahu atau mendapat laporan mengenai pengeluaran dana 'marketing fee' sesuai dengan kesaksisan Direktur PT DGI Laurensius Teguh Khasanto Tan dan Muhammad El Idris.
"Faktanya saya tidak pernah tanda tangan cek atau giro beserta voucher-voucher yang digunakan untuk pembayaran 'fee' tersebut," kata dia.
Dudung juga mengaku tidak pernah aktif menyuruh anak buahnya untuk melakukan hal-hal yang berkaitan tindak pidana. Namun demikian, Dudung tidak menampik seolah-olah dia melakukan pembiaran.
Terkait hal itu, Dudung beralasan sistem manajemen di PT DGI sudah berjalan sangat baik. Semua jajaran direksi dan karyawan sudah sangat paham akan tugas dan wewenangnya masing-masing.
"Majelis hakim agar saya diberikan putusan yang seringan-ringannya sesuai fakta persidangan serta mempertimbangkan usia saya yang cukup lanjut," kata dia.
Dudung Purwadi sebelumnya diuntut pidana penjara tujuh tahun dan denda Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menilai Dudung terbukti korupsi terkait pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Uniersitas Udayana tahun anggaran 2009 dan tahun anggaran 2010 dan proyek pembangunan Wisma Atlet dan gedung serba guna provinsi Sumatera Selatan tahun 2010-2011.
Terkait kasus RS Universitas Udayana, Dudung dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Sementara pada perkara pembangunan Wisma Atlet, Dudung terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana atau sebagaimana dalam dakwaan kedua.
Menurut jaksa, dalam proyeK pembangunan Wisma Atlet dan gedung Serbaguna, keuangan negara dirugikan Rp 54.700.899.000.
Sementara dalam perkara pembangunan RS Universitas Udayana tahun anggaran 2009 dan tahun 2010 merugikan keuangan negara Rp 25.953.784.580, 57.