TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hakim tunggal Kusno dalam sidang praperadilan kasus helikopter AW 101 menolak permohonan digugurkannya status tersangka Direktur PT. Dirgantara Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh dalam kasus dugaan korupsi helikopter AW 101.
Hakim tunggal Kusno menyatakan bukti permulaan yang dijadikan bukti persidangan oleh KPK, yang menyatakan Irfan sebagai tersangka, dianggap telah memenuhi persyaratan sebagaimana disyaratkan MK.
"Mengadili, dalam provisi, menolak provisi pemohon. Dalam eksepsi, menolak eksepsi pemohon seluruhnya. Dalam pokok perkara, menolak permohonan praperadilan yang diajukan pemohon untuk seluruhnya,”kata Hakim Kusno, saat membacakan putusan sidang, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (10/11).
Menanggapi itu, kuasa hukum Irfan, SF Marbun, mengatakan, dalam persidangan praperadilan ini, ada banyak perbedaan antara hakim dan kuasa hukum dalam permohonan. Salah satunya adalah unsur keuangan negara yang dinilainya sangat penting. Namun menurut hakim itu masuk dalam pokok perkara. “Di situ kami beda pendapat,” kata Marbun.
Marbun menjelaskan, akar korupsi itu salah satu unsur pentingnya adalah menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dibuktikan dengan hasil audit dari lembaga yang berwenang yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Ada atau tidaknya kerugian negara, harus ada hasil audit dari lembaga yang berwenang. Menurut kita esensial, tapi menurut hakim masuk unsur pokok perkara,” jelasnya.
Meski demikian, kuasa hukum pemohon menerima keputusan tersebut sebagai keputusan final dalam sidang praperadilan ini. Karenanya, kuasa hukum pemohon kini bersiap-siap untuk menghadapi persidangan pokok.
"Keputusan praperadilan memang keputusan final, tidak ada banding, kasasi atau PK (Peninjauan Kembali). Kita terima keputusan hakim dan bersiap untuk persidangan pokok. Apapun itu kita hadapi,” pungkasnya.