News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kualitas dan Tarif Kesehatan Program JKN Dinilai Kurang Memadai

Penulis: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BPJS Kesehatan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kualitas dan tarif pelayanan kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinilai masih kurang memadai.

Ini tercermin dari banyaknya persoalan terkait dua hal tersebut, seperti masih banyaknya pasien-pasien JKN yang ditolak atau diperlakukan tidak semestinya di beberapa rumah sakit, dengan alasan tarif pelayanan kesehatan yang dapat di klaim ke BPJS rendah atau tidak sesuai dengan biaya jasa medis dan obat-obatan.

Terungkap permasalahan rendahnya mutu pelayanan kesehatan JKN saat ini dikarenakan tidak meratanya fasilitas kesehatan, persoalan ketersediaan dokter dan tenaga medis lainnya, serta rendahnya tarif pelayanan kesehatan.

“Perbedaan jumlah fasilitas dan tenaga kerja kesehatan di kota-kota besar dan di daerah lain di Indonesia yang tidak seimbang mengakibatkan akses pelayanan tidak merata,” kata Luthfi Mardiansyah, Chairman Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters) dalam keterangan resminya, Senin  (13/11/2017).

Lebih dari 500 rumah sakit swasta di Indonesia belum menjadi provider BPJS-Kesehatan.

Baca: BPJS Kesehatan Defisit, Pemerintah Dipastikan Iuran Tidak Naik

Menurut Luthfi, rendahnya tarif Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs) atau sistem pembayaran paket berdasarkan penyakit menjadi salah satu penyebab kurang tertariknya rumah sakit melayani pasien-pasien JKN.

“Walaupun ada perbedaan tarif antara rumah sakit pemerintah dan swasta, namun masih kecil, mungkin perlu dibedakan antara 30%-35%,” papar Luthfi.

Penentuan tarif INA-CBGs untuk rumah sakit swasta perlu dimasukkan biaya tenaga kerja medis maupun non-medis yang harus dikeluarkan, sementara rumah sakit pemerintah tidak harus menanggung beban biaya tenaga kerja.

Di sisi lain,  terjadinya perlakuan yang tidak semestinya terhadap pasien JKN di antaranya karena penerapan kuota pelayanan, membatasi waktu layanan, bahkan ada pasien-pasien yang diminta datang berulang-ulang untuk hal-hal yang tidak perlu.

Hal itu menjadi kenyataan di lapangan yang tidak bisa dihindari.

Pihak rumah sakit selalu menjadikan rendahnya tarif INA-CBGs dan lambatnya pembayaran klaim dari BPJS-Kesehatan sebagai alasan.

Baca: Bahaya, Inilah Daftar Kebiasaan Sepele yang Bisa Akibatkan Gangguan Kesehatan Serius

Laksono Trisnantoro M.Sc Ph.D, Guru Besar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UGM, mengatakan rasio jumlah dokter di kota-kota di Indonesia memang sangat berbeda.

DKI Jakarta dan DIY memiliki jumlah dokter yang cukup, sementara di kota-kota lainnya sangat rendah. Ini yang menyebabkan kualitas pelayanan tidak merata.

“Seharusnya residence dimasukkan sebagai tenaga kerja pelayanan kesehatan, tidak dianggap sebagai siswa. Mereka saat ini bekerja melayani pasien-pasien JKN,” ungkapnya dalam seminar dengan tema “Membuat Tarif Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs) Cukup” di Yogjakarta pekan lalu.

Ini akan membuat jumlah dokter dan spesialis “cukup” untuk melayani pasien-pasien JKN.

Mengingat semua peserta JKN berhak mendapatkan mutu layanan kesehatan yang prima dan tidak diskriminatif, penyempurnaan besaran tarif perlu dipikirkan oleh Kementerian Kesehatan.

Baca: Wanita Cantik Asal Medan Menipu hingga Miliaran, Hamil 7 Bulan tapi Status Belum Menikah

Sejalan dengan kebijakan baru tentang besaran tarif, rumah sakit juga dituntut menjalankan strategi pengendalian biaya, peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan kesehatan, yang pada akhirnya dapat menarik lebih banyak pasien-pasien JKN yang ditangani.

Meski demikian, Dr. Ediansyah, MARS, MM, Direktur Rumah Sakit An-Nisa Tangerang, memiliki pengalaman lapangan yang menarik. Rumah sakit yang dikelolanya mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pasien-pasien JKN.

“Pasien JKN kami meningkat terus, lebih dari 800 setiap hari, dan rumah sakit mampu membiayai upaya peningkatan kualitas pelayanan termasuk pengadaan teknologi dan alat-alat kesehatan terbaru,” tuturnya.

Dia menilai, tarif INA-CBGs saat ini dirasakan cukup dengan kiat-kiat efisiensi dan tetap mengedepankan kualitas pelayanan kesehatan.

Efisiensi ini mencakup strategi pengendalian biaya dan kebutuhan lainnya, tanpa mengorbankan kualitas pelayanan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini