Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Letnan Jenderal Dodik Widjanarko membantah menerbitkan surat panggilan paksa terhadap mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal (Purn) TNI Agus Supriatna terkait kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter AugustaWestland (AW) 101.
"Belum, nanti kalau sudah ada pasti diberitahu. Kalau belum kan bisa mungkin ada," kata Dodik saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Minggu (19/11/2017).
Menurutnya, dalam Undang-undang memang jelas ketentuan apabila sudah dipanggil sekali atau dua kali dikomunikasikan tapi tidak ada respon sama sekali, maka akan dilakukan jemput paksa.
"Ya terpaksa dipanggil paksa, kan Undang-undangnya begitu," ujarnya.
Baca: Sudah Saatnya DPP Partai Golkar Move On dari Setya Novanto
Dodik menyebutkan, pihaknya sudah dua kali memanggil Agus, namun jawaban dari yang bersangkutan bahwa belum bisa memenuhi undangan panggilan tersebut karena masih ada kegiatan di luar kota dan berobat.
"Maksudnya ada kegiatan lah," katanya.
Jenderal TNI bintang tiga ini menjelaskan, sekalipun Agus tidak mau memberikan keterangannya, pemberkasan terhadap tersangka lain kasus pembelian Heli AW101 ini akan tetap dilanjutkan.
"Saya kira tetap lanjut, kan hanya melengkapi saja wujud daripada mekanisme yang benar," katanya.
Lebih lanjut kata Dodik, untuk pelimpahan berkas perkara Heli AW101 ini menunggu hasil audit investigasi kerugian negara dari auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Rencananya, dalam waktu dekat akan diserahkan audit BPK agar bulan ini berkas bisa diserahkan ke Oditur Militer Tinggi.
Baca: Ketatnya Pengamanan Setya Novanto ketika Dirawat di RSCM, Wartawan pun Tak Boleh Pipis di RS
"Jadi tinggal kita menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari BPK, janjinya dalam minggu ini sudah tuntas. Perkiraan minggu depan sudah dituntaskan oleh tim auditornya BPK, baru pemberkasan dilengkapi. Sekarang berkas sudah 90 persen," katanya.
Dugaan korupsi pembelian Heli AW101 terbongkar lewat kerja sama antara TNI dan KPK.
Bahkan sudah ada enam tersangka yang ditetapkan terkait kasus ini yakni lima dari unsur militer dan satu merupakan unsur sipil yang adalah pengusaha.