TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, kembali menjadi saksi kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/11) kemarin.
Narapidana sejumlah kasus hukum itu pun kembali menyebut sejumlah nama terkait kasus tersebut.
Namun, dari semua keterangan Nazaruddin, setidaknya ada dua hal yang menyisakan tanda tanya.
Pertama soal Nazaruddin yang banyak menjawab lupa ketika hakim menggali BAP-nya terkait Setya Novanto.
Padahal, Nazaruddin dulu gencar menyebut Novanto, yang kini sudah ditahan terkait korupsi e-KTP, sebagai otak megaproyek tersebut.
"Ada keterangan saudara USD 500 ribu diserahkan Setya Novanto oleh Mirwan Amir di Lantai 12 DPR? Benar? Lalu masing-masing Setya Novanto dan Mekeng USD 500 ribu itu benar?" tanya hakim ketua Jhon Halasan Butarbutar di persidangan dengan terdakwa Andi Narogong, Senin (20/11/2017).
"Saya lupa yang mulia, itu keterangan Mirwan Amir tanya saja dia," jawab Nazaruddin saat bersaksi.
Baca: Sebut ‘Orang Mati’ Kasih Duit, Nazaruddin Bisa Dijerat Kesaksian Palsu
Nazaruddin juga mengaku lupa ketika ditanya hakim perihal pembagian uang di ruang Setya Novanto, yang saat itu Ketua Fraksi Golkar, di ruang kerjanya lantai 12 Gedung DPR.
Padahal, Nazaruddin sudah menyampaikan perihal pembagian itu dalam BAP.
Jawaban lupa Nazaruddin ini bahkan sempat membuat hakim berang. "Pas Anda baca BAP sudah benar keterangannya? Anda teken?" tanya hakim.
"Iya saya baca,” jawab Nazaruddin yang tetap menjawab lupa.
Kejanggalan lain adalah soal penyebutan nama Ganjar Pranowo. Sebagaimana BAP-nya, Nazaruddin mengaku melihat langsung Ganjar, yang kini menjabat Gubernur Jawa Tengah, menerima langsung uang USD 500.000 dari Mustokoweni di ruangan kerja politikus Golkar itu.
"Lalu Ganjar menyampaikan kepada saya (Nazar), ini kebersamaan, biar program besarnya jalan," kata Nazaruddin dalam BAP yang dibenarkannya di persidangan dan dibacakan Hakim Anwar, Senin (20/11).
Soal pemberian uang dari Mustokoweni ini, Nazaruddin mengatakan persitiwa itu terjadi pada September-Oktober 2010. Padahal, Mostokoweni meninggal dunia pada 18 Juni 2010 atau tiga bulan sebelumnya.
Atas keterangan Nazaruddin yang aneh itu, Ganjar pun bersikap santai.
“Di persidangan sudah saya sampaikan, kapan itu diberikan ke saya, katanya September-Oktober. Padahal Bu Mustokoweni saja meninggalnya bulan Juni (18 Juni 2010)," kata Ganjar di rumah dinasnya, Selasa (21/11).
Untuk diketahui, dalam BAP dan pledoi Miryam S Haryani, Ganjar disebut menolak pemberian uang terkait proyek e-KTP.
Sebagai politikus PDI Perjuangan yang ketika itu menjadi oposisi, Ganjar justru cenderung galak dalam rapat-rapat pembahasan e-KTP di Komisi II DPR.
Kegalakan Ganjar ini sempat dikeluhkan oleh Setya Novanto yang bertemu dengannya di Bandara Ngurah Rai, Bali, sekitar 2011-2012.
“Kita berjumpa, sama-sama nunggu pesawat. Tiba-tiba saya ditanyai itu, 'jangan galak-galak ya'. Oya, saya bilang urusannya sudah selesai,” kata Ganjar saat bersaksi di persidangan pada 30 Maret 2017.