TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Golkar sebagai partai besar harus percaya diri dalam mengatasi persoalan internal pascapenahanan Ketua Umum Setya Novanto.
Partai berlambang pohon beringin itu seharusnya dapat mengatasi masalah internal tanpa menyeret-nyeret Presiden Joko Widodo atau Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Hal itu dikatakan pengamat politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Leo Agustino.
Menurutnya, Golkar merupakan partai yang unik dan dinamis.
“Oleh karena keunikannya, maka Golkar bisa bertahan hingga saat ini. Kalau kedinamisannya jangan ditanya, sebab partai ini selalu menjadi ajang rebutan tokoh politik nasional,” ujar Leo ketika dihubungi wartawan, Selasa (5/12/2017).
Baca: Daftar Kopi yang Dipesan Jokowi Saat Mampir ke Sejiwa Coffee, Salah Satunya Kopi Puntang
Baca: Ini 3 Cake Imut yang Dipesan Presiden Jokowi di Sejiwa Coffe, Diborong Sampai Habis
Leo mengingatkan, Presiden Joko Widodo yang bukan kader Golkar justru harus berhati-hati mencermati berbagai upaya untuk menariknya ke masalah internal partai berlambang beringin itu.
Pasalnya, siapa pun ketua umum Partai Golkar pasti punya ambisi pribadi.
“Saya tidak terlalu bersepakat apabila ketum partai tidak punya agenda pribadi. Secara tersurat sangat mungkin mereka akan menyatakan arah kebijakan yang mereka ambil berasal dari aspirasi akar rumput, tapi implementasinya selalu saja akan ada agenda balik layar yang tidak pernah kita ketahui,” jelasnya.
Menurut Leo, terdapat hal yang menarik dari sikap yang diperlihatkan Presiden Jokowi soal Golkar.
Meski Jokowi sudah berkali-kali tak mau melakukan intervensi ke partai politik, tapi ada saja upaya untuk menyeretnya ke dalam persoalan Golkar.
“Jangan-jangan memang gelagat politisi kita yang selalu mengambil kesempatan dalam setiap jabatan yang disandangnya untuk merealisasikan agenda-agenda pribadinya. Oleh karena itu Jokowi mewanti-wanti sejak awal meski dia tahu tabiat politisi kita,” kata Leo.
Meski demikian, Leo mengakui bahwa Golkar memang perlu mengganti ketua umum.
Sebab, partai yang kini dipimpin Setya Novanto itu menghadapi tantangan besar, yakni Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
“Pada dasarnya saya setuju Golkar harus di-take over guna menjaga citra partai. Ini bukan hanya terkait dengan perhelatan tahun 2019, tapi juga Pilkada Serentak tahun 2018. Golkar perlu mendulang suara guna persiapan 2019,” tuturnya.
Namun, Leo juga mengingatkan siapa pun ketua umum pengganti Novanto nanti bisa menjaga konsolidasi dan mengayomi semua kelompok kepentingan di Golkar.
“Sebagai pemimpin yang baik ya memang harus mampu mengayomi semua walau dalam internal partai saya pikir akan terjadi pergantian gerbong,” tegasnya.