TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegiat antikorupsi terus menyuarakan agar segera Setya Novanto digantikan oleh Kader Golkar sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Apalagi sudah relatif lama lembaga parlemen yang terhormat "kehilangan pemimpin" sejak Setya Novanto ditetapkan menjadi tersangka dan menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi proyek E-KTP.
"Saya rasa soal terpenting di sini adalah mencopot Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR RI. Soal siapa yang akan menggantikan serahkan saja pada putusan partainya," tegas pegiat antikorupsi yakni Manajer Advokasi Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi (YAPPIKA), Hendrik Rosdinar kepada Tribunnews.com, Kamis (7/12/2017).
Menurutnya, Golkar dan DPR harus belajar agar tidak menempatkan orang yang kontroversial dalam posisi strategis ini.
"Cari sosok yang bersih dan tidak bisa disandra oleh dosa-dosa politiknya sendiri," ujarnya.
Baca: Pengakuan Ketua MK kepada Dewan Etik Soal Isu Lobi DPR di Hotel Mewah
Hal senada juga disampaikan pengamat Politik Ray Rangkuti menilai pergantian ketua DPR Setya Novanto sudah semestinya dilakukan dan tidak perlu menunggu terlalu lama untuk memutuskan hal itu.
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menurut Ray Rangkuti, sudah seharusnya segera menyelenggarakan sidang etik untuk memastikan adanya pemberhentian jabatan pimpinan DPR.
Sekalipun belum ke arah pemberhentian keanggotaan DPR. Mestinya hal ini tak terlalu sulit bagi MKD.
Selain itu menurutnya, wacana penggantinya tetap dari fraksi Golkar tidak masalah. Hanya saja, kiranya Golkar dapat sepenuh hati untuk mempertimbangkan calon yang mereka dorong ke kursi pimpinan DPR.
Menurutnya ada beberapa hal yang perlu dipikirkan, yakni pimpinan DPR dari Golkar sejatinya merupakan salah satu ikon Golkar dalam rangka memperbaiki nama baik Golkar di hadapan masyarakat.
Oleh karena itu, calon pengganti Setnov sebaiknya adalah mereka yang benar-benar bersih dari kasus, khususnya yang terkait dengan tindak pidana korupsi.
"Baik yang dilakukan masa lalu ataulun dalam beberapa waktu berselang," ujar Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Rabu (6/12/2017).
Juga imbuhnya, jangan sampai terkait dengan kasus pidana, khususnya korupsi di masa yang akan datang.
Selain itu juga, mereka yang terlibat di pansus KPK sebaiknya tidak didorong menjadi calon pimpinan DPR wakili fraksi Golkar.
"Nama baik Golkar, sedikit banyak, jatuh karena selain banyaknya kader yang ditetapkan tersangka kasus korupsi, pun karena dalamnya keterlibatan fraksi Golkar di pansus KPK," jelasnya.
Persepsi publik bahwa pansus ini dibuat semata untuk melindungi anggota dewan dari kaitan kasus e-KTP sulit untuk ditepis.
Maka menunjuk calon pimpinan DPR dari fraksi Golkar dari kalangan anggota pansus hanya akan makin menguatkan persepsi publik tersebut. Dan hal ini, tidak akan banyak membantu nama baik Golkar di mata masyarakat.
"Padahal, sejatinya, apapun sekarang yang dilakukan Golkar, sebaiknya hal itu terkait dengan pemulihan nama baik Golkar dan elektabilitas mereka," kata Ray. (*)