TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menggulirkan subsidi rumah melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB), dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) yang banyak dimanfaatkan MBR yang memiliki penghasilan tetap.
Bekerjasama dengan Bank Dunia melalui National Affordable Housing Program (NAHP), subsidi diperluas dan ditambah dengan membuka akses bagi pekerja informal untuk mendapatkan KPR bersubsidi serta untuk memperoleh bantuan perbaikan rumah tidak layak huni.
Anggaran NAHP sebesar US$ 450 juta atau sekitar Rp 5,85 triliun (kurs Rp 13.000) terbagi alokasinya sebesar US$ 215 juta atau Rp 2,79 triliun untuk program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dan US$ 215 juta untuk subsidi Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), sedangkan sisanya sebesar US$ 20 juta atau Rp 260 miliar akan dimanfaatkan untuk dukungan kebijakan dan program melalui bantuan teknis.
“Penyalurannya akan melalui perbankan. Bantuan untuk program rumah swadaya ini cukup besar untuk membantu penduduk miskin di Indonesia untuk memiliki rumah yang layak huni,” ungkap Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono baru-baru ini. Program tersebut merupakan upaya mencapai target Program Satu Juta Rumah yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada pada tanggal 29 April 2015.
Program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) telah diluncurkan pada Rabu, (6/12) di Jakarta. Targetnya adalah MBR yang bekerja di sektor informal, seperti tukang ojek, tukang bakso, dan pedagang yang memiliki penghasilan tidak tetap.
"Selain untuk perolehan rumah yang dibangun oleh pengembang, BP2BT juga memberikan dana bantuan bagi MBR yang akan memperbaiki atau membangun rumah yang lebih layak huni secara swadaya," kata Dirjen Pembiayaan Perumahan, Kementerian PUPR Lana Winayanti pada acara launching BP2BT dan Roadmap Sistem Pembiayaan Perumahan Indonesia, serta Kamus Istilah Pembiayaan Perumahan.
Untuk mendapatkan pembiayaan melalui skema BP2BT, pemohon harus menabung minimal selama 6 bulan hingga saldonya mencapai besaran 5% dari harga rumah yang diinginkan. Selanjutnya dana BP2BT akan berkisar antara 6 – 38 % dari harga rumah, sehingga bila digabung dengan tabungan dapat mengurangi pokok kredit/pembiayaan.
“Pendanaan dari NAHP ditargetkan untuk 60 ribu unit, namun lebih rinci masih dibahas dan akan disepakati bersama dalam Loan Agreement. Kita harapkan akan ditandatangani pada 2018, dimana pelaksanaannya bersama Ditjen Pembiayaan Perumahan,” urai Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid.
Dengan demikian NAHP dapat berkontribusi meningkatkan target pelaksanaan BSPS dari 110.000 unit pada tahun 2017 menjadi sekurangnya 180.000 unit mulai tahun 2018.
Beberapa kriteria MBR bisa mendapatkan BSPS antara lain rumah tidak layak huni dimiliki oleh yang sudah berkeluarga dan tinggal di rumah tersebut.
Calon penerima bantuan diusulkan oleh pemerintah daerah dan akan dilakukan verifikasi oleh Kementerian PUPR.