TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Minggu (10/12/2017) pagi, kabar duka datang dari keluarga Pahlawan Nasional, I Gusti Ngurah Rai.
Istri dari Ngurah Rai, Desak Putu Kari, berpulang.
Kepergiannya membuat keluarga merasa kehilangan.
Agung Danil, cucu kedelapannya pun turut berduka, meski di sisi lain telah merelakan kepergian sang niang (nenek).
Desak Putu Kari menghembuskan napas terakhir, Minggu pukul 05.00 Wita di RSUP Sanglah, Denpasar.
Jenazah dibawa menuju rumah duka di Jalan Nangka Selatan, tepatnya di Hotel Bali Mulya, sekitar pukul 08.00 Wita.
Almarhum menjalani perawatan di Ruang Sandat Wing Amerta sejak Kamis (7/12/2017) sekitar pukul 16.00 Wita.
Perempuan 92 tahun itu didiagnosa menderita penyakit pneumonia atau radang paru-paru.
"Selama tiga hari dirawat, kondisinya memang menurun. Pasien mengalami decrease of condition," ungkap Kasubag Humas RSUP Sanglah, I Dewa Ketut Kresna, kemarin.
Dalam ingatan Agung Danil, Desak Putu Kari merupakan perempuan tangguh.
Ia mendidik anak dan cucunya dengan tegas dan disiplin.
Kata-kata yang sering diucapkan adalah ‘de je kanti kalah, sapih pun sing dadi’ (jangankan kalah, imbang pun jangan sampai).
Hingga Agung Danil dewasa, kalimat tersebut masih membekas dalam memorinya.
“Niang turut menjadi saksi bagaimana perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan. Mungkin itulah yang membuat jiwanya begitu tangguh ketika menghadapi suatu masalah. Jika ada anggota keluarga yang punya masalah, niang terkadang menjadi teman curhat. Setelah diberi petuah olehnya, entah kenapa rasanya semangat bangkit kembali,” tuturnya.
Sifat tak mau menyerah ini menurut Agung Danil sudah diperlihatkan sendiri oleh sang niang.
Maka dari itu setiap kata penyemangat yang dikatakannya terasa tulus dan penuh arti.
“Niang pernah mengalami situasi sulit ketika masa perjuangan. Ketika itu tentara Belanda memerintahkan agar niang dan ketiga anaknya ditangkap. Meskipun sudah berusaha kabur sekuat tenaga, tetap saja niang tertangkap dan dipenjarakan di tangsi Gianyar. Meski diperlakukan buruk, niang tidak terpuruk. Ketika itu ayah saya, I Gusti Ngurah Alit Yudha, yang merupakan putra bungsu baru berusia tiga bulan,” ucapnya.
Cerita pun berlanjut ketika anak buah I Gusti Ngurah Rai ditangkap oleh Belanda untuk dijadikan sandera.
Mereka terancam akan dihukum mati dengan cara digantung.
Ketika eksekusi akan dilakukan, Desak Putu Rai datang ke hadapan Belanda.
Ia berkata bahwa kalau mau membunuh, bunuh saja dirinya, sebab keberadaannya di mata I Gusti Ngurah Rai lebih berharga daripada anak buah yang akan dieksekusi.
“Niang menghadap dengan tangan kosong. Ia bicara begitu berani kepada tentara musuh. Belanda akhirnya melepaskan niang serta para anak buah. Bahkan niang dipulangkan dengan diantar langsung oleh tentara menggunakan mobil,” lanjut Agung Danil.
Perempuan pemberani itu kini telah menghadap Yang Kuasa. Desak Putu Rai meninggal akibat usia yang sudah renta.
Agung Danil bercerita, niangnya tidak memiliki riwayat sakit. Ia memang pernah mengalami masalah jantung sekitar tahun 2000, namun kondisinya bisa pulih setelah operasi.
Namun usia tua tak mampu dilawan.
“Anggota keluarga tidak ada yang tahu pasti, berapa usia niang. Perkiraan kami, niang berusia 6 tahun lebih muda dari kakek (I Gusti Ngurah Rai), sekitar 94 tahun,” ungkap Agung Danil.
Sekitar empat atau lima tahun lalu, Desak Putu Rai mulai linglung, memorinya terganggu.
Ia sering meracau, memanggil nama-nama orang yang keberadaannya tidak dikenali keluarga.
Agung Danil menduga, nama-nama itu adalah teman masa kecilnya.
Kadang nama Ngurah Rai pun disebutnya.
Di antara anggota keluarga yang masih hidup, hanya nama putra bungsunya yang diingat, I Gusti Ngurah Alit Yudha.
“Ada satu momen yang sangat mengena di hati saya. Agustus lalu, saat perayaan Hari Kemerdekaan, tim PKK Kota Denpasar membesuk niang. Waktu itu saya bicara pada niang kalau saya adalah cucunya, anak dari Alit Yudha. Tiba-tiba niang berkata pada tim PKK yang datang membesuk sambil menunjuk saya: nika cucu tyang, ganteng nggih. Momen itu benar-benar berarti,” kenang Agung Danil.
Sekitar Kamis (7/12/2017) Desak Putu Kari mulai enggan makan.
Karena kondisinya semakin melemah, pukul 14.00 Wita, keluarga membawanya ke rumah sakit untuk dirawat.
Menurut keterangan dokter waktu itu, ia mengalami kekurangan oksigen.
Setelah mendapat pertolongan, kondisinya kembali pulih.
“Karena kondisinya membaik, saya dan keluarga merasa lega. Tidak ada firasat apapun niang akan berpulang. Namun pada Minggu pagi, sekitar pukul lima dinihari, niang berpulang. Sayangnya waktu itu saya tidak berada di sisi beliau,” ucapnya.
Kini jenazah Desak Putu Rai ditidurkan di kediamannya, terbaring di kamar pribadinya.
Kain batik dan brokat kuning menyelimutinya.
Di meja samping ranjangnya, foto sosoknya terpajang.
Keluarga dan pelayat membesuk secara bergantian, memberikan salam terakhir.
Agung Danil yakin, saat ini niang-nya sudah tenang dan senang betemu kembali dengan kakek kebanggaannya. (Ni Putu Diah paramitha ganeshwari *)