"Jika SDM tak disiapkan kita akan seperti Jepang, Terjadi kelangkaan sumber daya manusia untuk menjadi petani dan nelayan karena semua pada ke kota. Penyebabnya antara lain karena perempuan jepang tak ingin menikah dengan lelaki yang berprofesi sebagai petani atau nelayan," ujarnya.
Industrialisasi pedesaan, menurut dia, menjadi saluran dan katup penyelesai persoalan agar desa menciptakan daya tarik. Faktor kendala, antara lain kenapa para sarjana atau orang-orang terbaik pulang atau turun membangun desa adalah persoalan fasilitas dan kualitas pendidikan anak di desa selain juga karena persoalan Infrastuktur desa.
Ichsan Firdaus menyoroti persoalan utama negeri ini adalah mahalnya koordinasi. Banyak persoalan yang terjadi akibat masing-masing Kementerian dan Lembaga jalan sendiri-sendiri, tidak ada kordinasi. Ichsan juga meminta agar Pemerintah lebih berhati-hati dalam melakukan kebijakan termasuk dalam membuat pernyataan.
Pada kesempatan itu, Kamhar Lakumani mengungkapkan kekhawatiran berbagai pihak soal nasib petani di tahun politik 2018 dimana nantinya bisa muncul kebijakan dan program akan bernuansa, bermuatan atau berorientasi politik.
Dimana alokasi anggaran yang semakin meningkat belum berkorelasi secara seimbang dengan peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup petani.
"Ini mesti ditelaah dan dilakukan kontrol jangan sampai program-program itu hanya ibarat memberi ikan untuk memancing suara dan dukungan di tahun politik," ujarnya.
Menurut dia, di Tahun politik 2018 dan 2019 agenda impor komoditi pertanian mesti kita cermati dan awasi bersama agar tak terjadi upaya pengkondisian secara sistematis, apalagi sistem pendataan kita masih carut-marut.
"Politik biaya tinggi yang masih terjadi, akan menjadi pendorong kuat pembukaan keran dan pemberian kuota impor untuk mendapatkan biaya politik secara cepat dan aman karena tak bersumber dari APBN yang pengawasannya ketat. Kita berharap ini tidak terjadi," ujarnya.