Indonesia punya target 100 persen layak sanitasi pada 2019 mendatang. Tapi hingga 2016, baru tercapai 76 persen. Seperti di Desa Leuwibatu, Bogor, Jawa Barat, mayoritas warganya tak punya jamban pribadi.
Maka sungai jadi tumpuan untuk mandi, menyuci, dan buang hajat. Baru lah pada akhir tahun lalu LSM Water.org menggandeng lembaga keuangan agar memfasilitasi akses air bersih dan sanitasi. Seperti apa hasilnya? Berikut kisah lengkapnya seperti dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Langkah kaki Siti Nurlaelasari sangat cekatan menuruni jalan setapak yang curam dan licin. Perempuan 36 tahun ini hendak berjalan menuju aliran sungai yang biasa digunakan untuk buang hajat. Ia dan anggota keluarganya sudah terbiasa jalan ratusan meter hanya untuk buang air besar.
Sungai yang dituju Ela itu, berada di tengah areal perbukitan yang dipenuhi semak belukar. Dangkal dengan lebar satu meter. Tak ada dinding penghalang saat difungsikan sebagai jamban. Hanya ada bebatuan untuk pijakan kaki. Sementara air akan mengalir ke Sungai Cikanik, Bogor.
Kampung Kantalarang yang saya datangi ini berada di Desa Leuwibatu, Kecamatan Rumpin, Bogor.
Ela bercerita, sudah belasan tahun tak memiliki kamar mandi dan jamban pribadi. Itu mengapa, ia kerap khawatir pada anak-anaknya kalau ke sungai untuk buang hajat —yang berjarak 200 meter dari rumah.
Pasalnya, akses jalan menuju sungai kian licin jika hujan turun. Plus tak ada penerangan apapun.
“Kan kalau sendiri jauh takut ada binatang seperti ular. Terus lagi ramai culik, jadinya takut culik. Terus suka ada juga babi hutan kadang-kadang lewat ke sini. Makanya kalau di bilang pengen BAB saya antar. Kalau mandi sebelum punya kamar mandi itu di luar pakai kubengan spanduk,” kata Ela.
Hingga pada akhir 2016, ibu dua anak ini mengajukan dana pinjaman dari Koperasi Karya Usaha Mandiri (KUM) Syariah untuk membangun jamban sebesar Rp 5,9 juta. Selama setahun ia harus mengangsur Rp 118.500 perminggu.
Sedang untuk air, dia memanfaatkan air tanah dengan dialirkan menggunakan selang. Ela pun menyadari, kamar mandi dan jamban pribadi penting demi kesehatan seluruh keluarganya.
Selain meminjam untuk kredit jamban, Ela juga pinjam untuk usaha berjualan telur ayam. Sebagian uang pinjaman itu, dipakai untuk membeli sepeda motor untuk memudahkan mobilitas mereka.
Suaminya, Sopian Abdullah, kerja serabutan menjadi buruh tani atau kuli bangunan.
Menurut Ela, banyak warga di desanya yang tak memiliki kamar mandi dan jamban pribadi. Itu mengapa sungai di sini jadi tumpuan untuk mandi, cuci, kakus.
Tapi, tak semua warga bisa meminjam uang untuk membangun jamban pribadi. Seperti Siti Maria Ulfah. Perempuan 25 tahun ini tak sanggup membayar cicilan. Pasalnya, kini ia masih dibebani pinjaman membangun rumah —yang mana minim kamar mandi dan jamban.