TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menilai boleh tidaknya menteri rangkap jabatan sebagai pengurus partai politik merupakan hak preogatif presiden.
Sehingga menurutnya masih adanya menteri yang rangkap jabatan sekarang ini, sepenuhnya merupakan kewenangan presiden Joko Widodo.
"Rangkap jabatan dalam hal ini dengan pemerintah kita ketahui bahwa kabinet kita ini kan kabinet presidensial. Sehingga seluruh kabinetnya yaitu presiden. Dalam hal ini pak Jokowi," ujar Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (23/1/2018).
Hanya saja menurutnya, secara aturan tertulis tidak ada larangan menteri untuk rangkap jabatan sebagai pengurus Parpol.
Tidak ada larangan menteri rangkap jabatan dalam Undang-undang Kementerian Negara nomor 39 tahun 2008.
"Sehingga kita kembalikan lagi pada pak Jokowi. Bagaimana yang lain komplain. Yang lain ingin juga rangkap jabatan. Itu semuanya kita kembalikan ke pak Jokowi. Tapi yang jelas rangkap jabatan itu tidak diatur di UU Kementerian Negara. Dalam artian rangkap jabatan tetap diperbolehkan," katanya.
Baca: Satu Lagi Menteri Jokowi Rangkap Jabatan, PKS: Silakan Masyarakat Nilai Sendiri
Agus sendiri berpandangan, tidak masalah menteri rangkap jabatan.
Yang penting menurutnya menteri tersebut kompeten dan dapat bekerja sama yang dengan parlemen.
"Yang penting harus kompeten dan bisa menyelesaikan dengan DPR. Sehingga kita bisa bekerja sama," pungkasnya.
Dipertahankannya Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian dan kembali masuknya Idrus Marham dalam kepengurusan Golkar meski telah diangkat menjadi Menteri Sosial menuai komentar negatif dari sejumlah pihak.
Presiden dinilai tidak konsisten karena dua menteri dari Golkar diperbolehkan menjadi pengurus partai.
Saat kampanye Pilpres 2014 lalu, Jokowi menegaskan bila menterinya nanti tidak boleh rangkap jabatan. Aturan tersebut membuat Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menanggalakan jabatannya sebagai ketua DPP PDIP bidang Politik, hukum, dan Kemanan. Begitu juga Menkopolhukam, Wiranto yang menanggalkan jabatan Ketua Umum Hanura.