Baca: Zulkifli Hasan Perintahkan Pengurusnya yang Tidak Hadir Saat Verifikasi Faktual Segera Menghadap KPU
Baca: Pembunuhan Dera Dewanti, Polres Boyolali Dapatkan 20 Barang Bukti
Pada 16 Januari 2018, Dewan Etik Mahkamah Konstitusi sudah menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan terhadap Hakim Konstitusi Arief Hidayat, yang terbukti menemui politisi dan anggota DPR RI pada November 2017.
Pertemuan tersebut ditengarai berkaitan dengan pemilihan Hakim Konstitusi perwakilan DPR RI dan pemilihan Ketua MK.
Sanksi berupa teguran lisan tersebut, sangat disayangkan terutama karena ini adalah kali kedua Arief Hidayat dijatuhkan sanksi oleh Dewan Etik, akibat terbukti melanggar Kode Etik Hakim Konstitusi.
Kali pertama, Arief Hidayat terbukti mengirimkan katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus kala itu, Widyopramono, untuk “membina” seorang anggota keluarganya yang menjadi Jaksa.
Selain terkait dengan kedua pelanggaran etik yang sudah dijatuhi sanksi ringan, Arief Hidayat pernah juga dilaporkan dugaan pelanggaran etik bersama dengan tiga Hakim Konstitusi lainnya.
Pada Maret 2017, Arief Hidayat dilaporkan bersama dengan Hakim Konstitusi Anwar Usman, Hakim Konstitusi Aswanto, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo karena diduga belum melaporkan LHKPN.
Perlu diingat juga, bahwa di bawah kepemimpinan Arief Hidayat, KPK kembali menangkap tangan seorang Hakim MK, Patrialis Akbar.
Patrialis Akbar ditangkap tangan karena menerima suap terkait dengan putusan uji materil Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Hal ini menunjukkan bahwa MK di bawah kepemimpinan Arief Hidayat justru mengalami kemunduran.
Hal ini diperkuat dengan survey LSI yang dilakukan pada 2015. Survei tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap MK hanya sebesar 59,1 %.
Jauh dari kepercayaan publik kepada KPK (74.9 %) maupun kepada Presiden (81,5 %). MK hanya lebih tinggi sedikit dari kepercayaan publik terhadap DPD, sebesar 53,4 % dan DPR, sebesar 40 %.