TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan pada Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo apakah mengetahui soal adanya saling klaim soal bantuan anggaran Bakamla di DPR.
Klaim tersebut terjadi antara anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi dan stafnya Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi.
"Itu saya dengar. Saya bilang, ini kok jadi kayak begini. Saya panggil staf saya termasuk Pak Nofel (terdakwa) saya bilang Bakamla tetap Bakamla," ujar Arie kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Arie Sudewo menuturkan dirinya tidak ingin Bakamla mendapat intervensi. Karena Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi, meski sebagai staf Kepala Bakamla, dia merupakan bagian di luar Bakamla yang juga politisi PDI Perjuangan.
"Saya dilantik sebagai Kepala Bakamla 16 Maret 2016, saya tunjuk Ali Fahmi sebagai staf ahli pada April 2016. Jadi kalau dia (Ali Fahmi) saya gunakan baru dapat honor. Kalau tidak ya hanya koordinasi pengalaman dan kemampuan," ungkap Arie Sudewo.
Baca: Ulama Muda Muhammadiyah: Politik Uang, Mahar Politik dan Suap Menyuap Haram
Dalam persidangan sebelumnya, Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Darmawansyah mengatakan pernah terjadi perselisihan antara Fayakhun dan Habsyi.
Menurut Fahmi, Habsyi dan Fayakhun sama-sama meminta uang kepadanya. Keduanya saling klaim membantu mengurus anggaran Bakamla di DPR.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), Fahmi menyebut terjadi perselisihan di antara keduanya. Menurut Fahmi, Fayakhun merasa telah berjasa meloloskan anggaran. Sementara, Habsyi merasa dirinya yang telah memosting anggaran DPR.
Masih menurut Fahmi, Habsyi pernah diberikan uang sebesar Rp 24 miliar. Sementara, Fayakhun diberi uang Rp 12 miliar.