TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Tubagus Hasanuddin, yang juga Wakil Ketua Komisi I DPR muncul di persidangan kasus suap pengadaan satelit monitoring dan drone Badan Keamanan Laut di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Dalam persidangan tersebut anggota DPR RI, Fayakhun Andriadi menjadi saksi untuk terdakwa Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan.
Sesuai kesaksian dari Fayakun, TB Hasanuddin yang juga bakal calon Gubernur Jawa Barat dari PDIP itu disebutkan sebagai pihak yang mengenalkan dirinya dengan kader PDIP sekaligus staf ahli kepala Bakamla, Ali Fahmi alias Ali Al-Absyi.
Perkenalan terjadi di DPR RI. Dirinya dikenalkan oleh TB Hasanuddin kepada Ali setelah rapat dengan pendapat (RDP). Saat itu TB Hasanuddin menjabat anggota Komisi I DPR RI bersama-sama Fayakhun.
"Mulanya saya tidak kenal saudara Ali Fahmi sampai kemudian dikenalkan oleh senior saya, Tubagus Hasanuddin sesama anggota komisi I. Saat itu saya dikenalkan sebagai komisi I," ucap Fayakhun.
Saat mengenalkan dirinya, menurut Fayakhun, Ali Fahmi menjelaskan bahwa dia adalah kader PDIP dan juga tenaga ahli di Bakamla. Usai pertemuan itu, Ali Fahmi kian agresif menghubungi Fayakhun.
Baca: Mensos Sebut 71 Korban Meninggal Gizi Buruk di Asmat Akumulasi Selama Beberapa Tahun
"Setelah itu yang bersangkutan agresif ingin hubungi saya. Dia minta bertemu, karena menghormati senior saya (TB Hasanuddin) saya menemui Ali Fahmi. Ketika ketemu, dia sampaikan minta bantuan sehubungan dengan Bakamla. Saya menolak. Dia sampaikan Bakamla perlu dikuatkan karena negara kita mengalami pencurian ikan," ujar Fayakhun.
Ditanya lebih lanjut JPU KPK apakah dukungan tersebut terkait dengan proyek satelit monitoring dan drone, Fayakhun menyebut Ali Fahmi belum menyampaikan maksudnya secara spesifik.
"Belum sampai spesifik. Intinya minta dukungan komisi I untuk mensupport Bakamla," terangnya.
Diketahui, Ali Fahmi sendiri hingga kasus ini naik ke pengadilan belum diketahui keberadannya. Baik di penyidikan KPK maupun diminta bersaksi di pengadilan, Ali Fahmi tidak pernah muncul.
Di kasus ini, Ali Fahmi disebut menawari PT MTI mengikuti tender pengadaan satelit monitoring di Bakamla senilai Rp 400 miliar. Ali Fahmi merupakan narasumber Kepala Bakamla pada Maret 2016.
Pertemuan lanjutan dihadiri Hardy Stevanus, Adami Okta, Fahmi Darmawansyah, dan Ali Fahmi. Ali Fahmi menyampaikan permintaan fee 6 persen terkait proyek tersebut.
Fahmi Darmawansyah menyanggupi dan uang Rp 24 miliar diserahkan kepada Ali Fahmi melalui Hardy dan Adami pada 1 Juli 2016.
Suap dari Fahmi untuk para pejabat Bakamla diberikan melalui anak buahnya, Adami Okta dan Hardy Stevanus.
Mereka yang mendapatkan uang di antaranya Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi sebesar SGD 100 ribu, USD 88.500, dan 10 ribu euro, Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Bambang Udoyo SGD 105 ribu.
Kemudian Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan sebesar SGD 104.500 dan Kepala Subbagian Tata Usaha Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp 120 juta.