TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kediaman Paulus Tannos, pengusaha pelaksana proyek e-KTP ternyata
sempat mengalami teror selama pengerjaan proyek tersebut.
Diketahui, Paulus merupakan pemilik PT Sandipala Arthaputra, salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium PNRI.
Peristiwa ini terungkap dari keterangan pengacara Hotma Sitompul saat bersaksi dalam sidang lanjutan Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Teror yang diterima Paulus, menurut Hotma diduga berkaitan dengan proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun.
Ini diawali dari pertanyaan hakim pada Hotma soal relasi Hotma dengan Paulus.
"Suatu malam Paulus dengan keluarganya datang ke rumah saya, dia katakan rumahnya diserbu orang banyak. Dia minta bantuan saya," ujar Hotma.
Baca: Tiga Hari Berturut-turut, KPK Periksa Rita Widyasari
Masih menurut Hotma, Paulus menyebut salah satu nama yang diduga mendalangi teror atas keluarganya tersebut. Namun, Hotma menolak membeberkan nama tersebut di persidangan.
"Karena ini dugaan, saya keberatan disampaikan di sini. Dapat laporan itu, saya coba selidiki ternyata itu tidak ada. Lalu saya putus komunikasi dengan Paulus. Mereka pindah ke Singapura," ujarnya.
Dalam surat dakwaan, Setya Novanto disebut menerima USD7,3 juta dari para pengusaha pelaksana proyek KTP-el, termasuk Paulus Tannos.
Uang tersebut merupakan komitmen fee yang dijanjikan karena Setya Novanto telah membantu memuluskan proses pembahasan anggaran e-KTP di DPR.
Sementara itu, perusahaan Paulus Tannos, PT Sandipala Arthaputra disebut meraup keuntungan hingga Rp145,8 miliar dari proyek pengadaan e-KTP.
Keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan ini jauh di atas perusahaan lain dalam konsorsium Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI).