LAPORAN WARTAWAN TRIBUNNEWS.COM, THERESIA FELISIANI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah tersorot media soal catatan tangan di buku hitamnya, terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP, Setya Novanto sempat menyembunyikan catatan tersebut.
Dia bahkan tidak lagi menulis di buku catatan tersebut, melainkan menulis di lembaran kertas. Mantan Ketua DPR ini mengakui dirinya trauma tulisan tangannya kembali terungkap di media.
"Tidak bisa main laptop" itulah pengakuan dari Setya Novanto sehingga dirinya mencatat seluruh bagian penting persidangan di buku hitamnya dan lembaran kertas.
Sempat trauma tidak lagi membawa buku hitam, pada persidangan kemarin, Senin (5/2/2018) Setya Novanto sepertinya lupa.
Sedari masuk ruang sidang dan duduk di bangku persidangan sambil menunggu sidang di mulai, dia terlihat mengeluarkan buku hitam dari tasnya.
Baca: Jokowi Diminta Turun Tangan, Koordinasi Antar-Menteri Buruk
Dia juga memangku buku hitam tersebut dan sempat membuka beberapa lembar halaman berisi tulisan tangannya.
Awak media lantas menanyakan soal isi dari buku itu, yang sebelumnya selalu disembunyikan. Sadar diketahui awak media, Setya Novanto dengan sigap menutup buku hitamnya.
Baca: Pengamat: Ada Kerancuan Hukum dalam Pembentukan Holding BUMN Tambang
Buru-buru, dia memasukan buku hitam beserta balpoint ke dalam tas laptop berwarna hitam yang selalu dibawanya tiap sidang.
"Waduh, nanti ketawan lagi di media," celetuk Setya Novanto.
Awak media kembali menanyakan apa isi buku itu, karena isi buku itu selintas masih sama. Setya Novanto menuliskan sejumlah nama politisi dan eks anggota DPR.
Baca: Penyidik KPK Rasakan Hal-hal Ganjil Saat Geledah Vila Mewah Zumi Zola di Tanjung Jabung Timur
Sayangnya pertanyaan awak media diabaikan oleh Setya Novanto. Dia terus menebar senyum dan manggut-manggut setiap ditanya soal isi buku hitamnya.
Apa isi dari buku hitam kecil milik Setya Novanto, sekelas kuasa hukumnya, Firman Wijaya juga tidak tahu. Menurutnya, buku itu adalah 'Black Box' atau catatan yang bakal diungkap terkait korupsi e-KTP.
"Saya rasa buku yang digunakan itu saya menyebutnya kalau pesawat jatuh itu pasti 'Black Box' harus dicari,"tegas Firman Wijaya, Senin (5/2/2018) di pengadilan Tipikor, Jakarta.
Baca: Selama Ini Menyimak Tausiahnya Via YouTube, JK Mengaku Senang Bisa Jumpa Ustaz Abdul Somad
Menurut Firman Wijaya, buku tersebut bisa saja memuat petunjuk tentang dugaan korupsi proyek e-KTP yang bakal diungkap bila permohonan Justice Collaborator(JC) Setya Novanto dikabulkan.
"Beliau mengambil buku yang berwarna hitam. Ya saya tidak tahu kenapa pilihannya itu. Tapi di dalam kamus hukum ada yang namanya 'black law dictionary' bisa saja ini kamus yang beliau ingin sebutkan di kasus e-KTP,"terangnya.
Lebih lanjut Firman tidak ingin berspekulasi banyak tentang nama-nama besar lainnya yang konon memiliki peran lebih berpengaruh daripada kliennya di proyek e-KTP.
Terlebih ada beberapa nama penting lainnya yang sejauh ini belum diperiksa KPK, seperti Puan Maharani yang saat proyek e-KTP bergulir masih menjabat sebagai ketua Fraksi PDI Perjuangan.
"Saya rasa kita tunggu. Karena posisi JC ini kan penting dalam instrumen penuntasan kasus ini. Berikan kesempatan kami bekerja,"tambahnya.