TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mengingatkan KPK untuk menggunakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pidana korporasi di kasus korupsi e-KTP.
Bukan tanpa alasan, ini karena korporasi juga terlihat dalam dakwaan kasus tersebut. Selain minta pertanggung jawaban dari pihak swasta, Tama juga meminta agar KPK meminta pertanggungjawaban dari partai yang disebut menerima uang e-KTP jika memang terbukti.
"Untuk swastanya kan yang diproses baru sampai Andi Narogong, selain dia siapa lagi? Banyak yang belum diungkap. Di perkara ini selain mengusut aliran uang harus diperhatikan pula soal kerugian negara yang perlu diusut dan kembalikan," tegas Tama dalam dikusi bertemakan "Catatan Hitam e-KTP, Sabtu (10/2/2018) di Cikini, Jakarta Pusat.
Tama menjelaskan menurutnya partai politik bisa masuk dalam korporasi, dan pengusutan TPPU bukan hanya sebatas pada badan hukum. Sehingga penting menurut Tama agar KPK fokus juga mengembalikan aset yang mengalir ke Partai politik.
"Di sidang 29 Januari 2018 disebut, hakim bacakan dakwaan ada partai biru, merah, kuning menerima puluhan bahkan ratusan miliar rupiah. Itu dikejar dong asetnya, KPK harus buat terang. Saya yakin KPK bertahap prosesnya," tegas Tama.
Terakhir Tama juga berharap agar publik bersabar karena KPK memang butuh waktu untuk mengejar pertanggungjawabanā€ˇ para pihak di kasus ini. Tama pun menyatakan masih percaya pada KPK, kasus megakorupsi itu bisa dituntaskan.