TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo belum menandatangani Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD ( MD3) yang telah disahkan di DPR RI pada Senin lalu, (12/2/2018).
Bahkan menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Presiden kemungkinan besar tidak akan menandatangani perubahan ke dua atas undang-undang nomor 17 tahun 2014 tersebut yang sejumlah pasalnnya mendapatkan penolakan publik.
Menanggapi hal tersebut Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Totok Daryanto mengatakan sebaiknya presiden mengedepankan sifat kenegarawanan.
Apalagi pembahasan dan pengesahan UU MD3 tersebut melibatkan pemerintah dan DPR.
"Tidak menunjukkan sikap yang seperti kalau orang jawa bilang seperti mutung, ngambek. Sebaiknya jangan ngambek. Dalam politik itu jangan ada yang ngambek," ujar Totok kepada wartawan, Selasa, (20/2/2018).
Baca: Yasonna: Presiden Tidak Keluarkan Perppu Batalkan UU MD3
Menurut politisi PAN tersebut, bila presiden tidak menandatangani UU MD3 akan menimbulkan ketegangan antara pemerintah dan DPR.
Situasi perpolitikan tidak kondusif dan dapat berpengaruh terhadap perekonomian dan kepercayaan internasional.
"Demokrasi di indonesia tidak berjalan dengan smooth. Jadi kesan itu sebaiknya dihindari," katanya.
Menurut Totok, pasti terdapat solusi mengenai UU MD3 yang sejumlah pasalnya mendapatkan sorotan publik tersebut.
Presiden sebaiknya mencari solusi tersebut sehingga hubungan antara eksekutif dan legislatif tetap berjalan kondusif.
"Sehingga kalau ada masalah-masalah toh sebetulnya semua bisa dibicarakan, kan kemarin MD3 juga pemerintah sudah diwakili oleh menteri-menteri yang memang sudah ditugasi untuk itu," pungkasnya.