TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kerap mendapatkan intimidasi setelah menyuarakan sejumlah penyimpangan, Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) berkonsultasi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Rabu (28/2-2018). Kedatangan mereka untuk melaporkan tindakan intimidasi yang kerap diterima.
Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja PT JICT M Firmansyah mengungkapkan, sebelumnya mereka kerap mengkritisi privatisasi dan perpanjangan kontrak PT JICT karena diduga terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Namun, perusahaan menanggapinya dengan melakukan tindakan represif berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) sejumlah pekerja.
Akhir 2015, kata Firmansyah, Serikat Pekerja PT JICT melaporkan dugaan penyimpangan itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan wakil rakyat di Senayan, yang dilanjutkan pembentukan Pansus DPR atau dikenal dengan Pansus Pelindo, yang rekomendasinya meminta pembatalan perpanjangan kontrak dan menduga ada potensi kerugian negara.
“Dugaan penyimpangan diperkuat adanya audit investigatif dari BPK pada tahun 2017 yang menyatakan ada kerugian negara Rp4,08 triliun.
Baca: LPSK Dampingi Saksi dan Fasilitasi Kompensasi
Kemudian pada Januari 2018, BPK kembali mengeluarkan audit investigatif terkait kerugian negara dalam perpanjangan kontrak PT JICT dan Terminal Peti Kemas Koja senilai Rp1,86 triliun,” ungkap dia.
Firmansyah yang hadir bersama pengurus Serikat Pekerja PT JICT lainnya, termasuk Ketua Umum SP PT JICT Hazris Malsyah, menjelaskan, karena serikat pekerja mereka kerap memberikan kritik dan melaporkan dugaan penyimpangan ke KPK dan DPR, banyak intimidasi yang diterima, termasuk dilaporkan ke polisi dengan berbagai tuduhan.
“Kami dilaporkan ke polisi dengan tuduhan bermacam-macam. Selain itu, ada satu pegawai organik yang di-PHK dan 400 pegawai outsourching di-PHK, karena mereka dicurigai ikut aksi di KPK. Kami berharap ada lembaga negara (LPSK) yang bisa melindungi hak-hak pekerja. Kalau tidak, dikhawatirkan tidak akan ada lagi yang berani kritis,” ujar dia.
Para pengurus Serikat Pekerja PT JICT diterima langsung Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai bersama Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, didampingi tenaga ahli dan pejabat struktural.
Pada kesempatan itu, Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan akan menelaah terlebih dahulu kasus yang disampaikan Serikat Pekerja PT JICT.
Menurut Semendawai, pelapor dengan itikad baik seharusnya mendapatkan perlindungan, bukan malah diintimidasi. Bagi pihak-pihak yang mencoba menghilangkan hak-hak pelapor, sangat dimungkinkan untuk dipidana. “Kita kaji dulu singgungan kasus yang disampaikan Serikat Pekerja JICT. Jika memang terkait tugas fungsi LPSK, kita bisa intervensi,” kata dia.
Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menambahkan, dari apa yang disampaikan Serikat Pekerja PT JICT, LPSK akan menggali informasi dari penegak hukum, seperti KPK atau Bareskrim, khususnya terkait status para anggota Serikat Pekerja PT JICT yang menjadi pelapor. “Tapi, perlindungan LPSK sifatnya individu, bukan kolektif,” tutur dia.
LPSK, masih kata Hasto, akan mencari tambahan informasi tentang dugaan penyimpangan hingga mengakibatkan kerugian negara. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan proses pidana sudah atau sedang berjalan sehingga LPSK bisa masuk dan melakukan intervensi dengan memberikan perlindungan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.