TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 6 laskar The Family Muslim Cyber Army (MCA) yang menyebar isu-isu provokatif di media sosial mengaku menggunakan cara khusus untuk berkomunikasi antar komplotannya.
Salah satunya dengan menggunakan beberapa aplikasi komunikasi.
“Mereka dalam berkomunikasi menggunakan aplikasi Cello, lalu Telegram, dan FB (Facebook) secara tertutup,” kata Brigjen Fadil Imran, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, di gedung Dittipid Siber Bareskrim Polri, Jatibaru, Tanahabang, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018).
Penggunaan aplikasi komunikasi tersebut sebagai cara mereka untuk menghindari aksinya terlacak oleh polisi.
Baca: Sama-sama Sebar Hoaks di Medsos, Ini Perbedaan Saracen dengan Kelompok Muslim Cyber Army
Meskipun polisi sempat kesulitan, namun akhirnya enam tersangka dapat dibekuk.
“Mereka menggunakan aplikasi Cello, semacam HT (Handy Talky) tapi di handphone. Agar tidak terlacak oleh kami,” katanya.
Seperti diketahui, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bersama Direktorat Keamanan Khusus Badan Intelijen Keamanan mengungkap sindikat penyebar isu-isu provokatif di media sosial.
Mereka adalah Muhammad Lutfi (40), Riski Surya Darma (33), Ramdani Saputra (39), Yuspiadin (25), Ronny Sutrisno (40), dan Tara Arsih Wijayani (40).
Mereka tergabung dalam grup WhatsApp "The Family MCA (Muslim Cyber Army)".
Konten-konten yang disebarkan pelaku meliputi isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan pencemaran nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh-tokoh tertentu.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.
Yaitu Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal Juncto Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 33 UU ITE.
Penulis: Mohamad Yusuf