Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap majelis hakim Pengadilan Tipikor mengabulkan tuntutan Jaksa yang meminta pencabutan hak politik Gubernur Sultra, Nur Alam.
Pasalnya selain kerugian negaranya teramat besar atas perbuatan Nur Alam, dampak kerusakan lingkungan di Sultra juga sangat luas karena persetujuan izin ekplorasi tanpa perhitungan yang dikeluarkan oleh Nur Alam.
"Kita tidak bisa bayangkan ketika terpidana kasus korupsi ketika sudah divonis bersalah, misalnya, itu masih miliki kesempatan untuk jadi kepala daerah lagi dan memimpin sebuah daerah, apalagi kalau kemudian terjadi korupsi kembali," ujar Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Jumat (9/3/2018).
Febri menilai tuntutan pihaknya termasuk yang tertinggi kepada Kepala Daerah, selama sepuluh tahun terakhir ini.
Baca: Tyas Mirasih Disebut Bawa Lari Bocah 5 Tahun, Begini Kronologinya
"Saya kira ini termasuk tuntutan yang tertinggi apabila dibandingkan dengan kepala daerah yang lainnya. Tapi kalau dibanding dengan (kasus yang melibatkan) penegak hukum, kami pernah menuntut seumur hidup juga pernah menurut 20 tahun," jelas Febri.
Pada perkara ini, Nur Alam juga diduga telah melakukan pencucian uang.
Seperti diketahui, dalam surat dakwaan Jaksa, Nur Alam dituntut A18 tahun penjara dan pidana denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan, karena diangap terbukti telah melawan hukum dalam memberi Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, IUP dan Persetujuan Peningkatan atas IUP Eksplorasi jadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Jaksa juga menuntut Politikus PAN itu membayar uang pengganti senilai Rp 2,7 miliar, serta pencabutan hak politik, karena telah merugikan keuangan negara sekira Rp 4,3 triliun