Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM --- Idealnya siapapun yang masuk ke ruang pengadilan dengan menyandang status terdakwa, mereka harus serius memperhatikan keterangan semua pihak, agar lolos dari dakwaan. Atau setidaknya mendapatkan hukuman yang relatif lebih ringan.
Bisa jadi, keterangan yang disampaikan seseorang di ruang sidang, bisa dijadikan modal untuk lolos dari dakwaan.
Mantan Ketua DPR sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Setya Novanto, yang kini berstatus terdakwa kasus korupsi, tidak hanya memperhatikan keterangan semua pihak, ia bahkan mencatat fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
Ia mencatat informas-informasi tersebut, pada lembaran-lembaran buku dengan sampul hitam. Buku hitam tersebut, sempat ia sembunyikan saat hendak diintip oleh wartawan.
Apa saja yang ditulis oleh Setya Novanto di buku hitamnya saat menjalani sidang sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP, tidak ada yang tahu selain Setya Novanto yang memang kerap menulis di buku itu.
Pada 5 Februari lalu, Setya Novanto atau yang dipanggil Setnov, sempat ditanya soal buku tersebut. Ia hanya menjawab "Waduh, nanti ketawan lagi di media."
Baca: Kartu Indonesia Sehat Tidak Berguna Bagi Korban Bom Bali, Chusnul Khotimah
Baca: Kumpulan Klarifikasi Polri Terkait Video Helikopter Polisi Untuk Pernikahan
Apa isi dari buku hitam kecil itu, kuasa hukum Setnov, Firman Wijaya juga tidak tahu. Menurutnya, buku itu adalah 'Black Box' atau catatan yang bakal diungkap terkait korupsi e-KTP.
"Saya rasa buku yang digunakan itu saya menyebutnya kalau pesawat jatuh itu pasti 'Black Box' harus dicari,"tegas Firman Wijaya.
Menurut Firman Wijaya, buku tersebut bisa saja memuat petunjuk tentang dugaan korupsi proyek e-KTP yang bakal diungkap bila permohonan justice collabolator Setya Novanto dikabulkan.
Bupati nonaktif Kutai Kertanegara, Ritya Widyasari, yang tengah menyandang status terdakwa kasus korupsi, juga menenteng buku setiap menghadiri persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Kepada wartawan pada 7 Maret lalu, Rita Widyasari mengakui buku tersebut digunakan untuk mencatat keterangan para saksi.