Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin bersyukur kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2018 tidak terlalu besar dari tahun lalu.
Tahun ini BPIH hanya naik sebesar Rp 345.290.
Sehingga setiap jemaah haji tahun ini dikenakan biaya Rp 35.235.602.
Pernyataan tersebut ia sampaikan usai melakukan rapat kerja dengan Panja Komisi VIII DPR RI.
Baca: Komisi VIII DPR Sebut Kenaikan Biaya Haji 2018 Untuk Tingkatkan Kualitas Layanan Jemaah
"Kita amat sangat bersyukur kenaikan dibanding tahun lalu itu hanya, dalam tanda kutip tentu sebesar 345.290 Rupiah," ujar Lukman, dalam konferensi pers yang digelar di Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (12/3/2018).
Menurutnya angka tersebut tergolong kecil jika diukur dari tiga alasan utama di balik kenaikan ongkos haji tersebut.
Lukman menyebut alasan pertama yakni adanya kenaikan PPN Arab Saudi sebesar 5 persen yang mencakup seluruh keperluan yang dibutuhkan para jamaah di negara tersebut.
Baca: DPR dan Kementerian Agama Sepakat Biaya Haji Untuk 2018 Sebesar Rp 35 Juta Per Jemaah
Mulai dari catering, transportasi, termasuk barang dan jasa.
"Bandingkan dengan tiga variabel utama tadi itu, kenaikan PPN (Arab Saudi) yang 5 persen itu berlaku kepada semua catering, transportasi, semua barang dan jasa," kata Lukman.
Kemudian, alasan yang kedua adalah kenaikan harga aftur atau bahan bakar pesawat.
Ia menyebut lebih dari 50 persen biaya haji dihabiskan untuk keperluan bahan bakar pesawat.
"Yang kedua, kenaikan aftur, 78 persen dari total biaya haji itu adalah pesawat udara," jelas Lukman.
Baca: Fadli Zon dan Fahri Hamzah Dilaporkan ke Polisi Terkait Dugaan Menyebarkan Hoaks
Sehingga ia menegaskan bahwa aftur menjadi alasan paling krusial dibalik kenaikan BPIH.
"Dan dari seluruh komponen pembiayaan pesawat udara itu, aftur bahan bakar itu yang paling tinggi dan itu kenaikannya (biayanya) cukup signifikan," tegas Lukman.
Alasan lainnya adalah kurs dollar Amerika yang mengalami perubahan dan berdampak pada biaya pembelian aftur yang meningkat karena bahan bakar tersebut hanya bisa dibeli menggunakan dollar, bukan rupiah.
"Dan yang ketiga, kurs dollar, jadi sebenarnya hanya dari tiga variabel ini saja," papar Lukman.
Lebih lanjut Lukman menilai kenaikan biaya tersebut bisa diatas 5 persen.
Namun bisa ditekan sehingga BPIH hanya naik sebesar 0,99 persen atau Rp 345.290.
"Kenaikannya itu sebenarnya bisa diatas 5 persen minimal," katanya.
Selain itu, kenaikan BPIH yang telah disepakati Panja Komisi VIII dan Panja Kementerian Agama juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi para jamaah.
Satu diantaranya untuk menambah jumlah makan, yang sebelumnya hanya 25 kali saja, kini bertambah menjadi 40 kali.
"Apalagi tadi Pak Sodik mengatakan ada penambahan kualitas pelayanan, contohnya makan yang tadinya hanya 25 kali, sekarang menjadi 40 kali," kata Lukman.
Sebelumnya, BPIH pada 2017 sebesar Rp 34.890.312, kemudian disepakati BPIH pada tahun ini naik 0,99 persen menjadi Rp 35.235.602.
Kenaikan tersebut dengan pertimbangan dana optimalisasi (indirect cost) dan dana dari jamaah (direct cost).
Harga rata-rata komponen penerbangan yakni tiket, pajak airport, dan passenger service charge sebesar Rp 27.495.842, itu dibayar langsung jamaah haji (direct cost).
Kemudian harga rata-rata pemondokan di Mekkah sebesar 4.450 Riyal dengan rinciannya berupa 3.782 riyal dialokasikan ke dalam anggaran dana optimalisasi (indirect cost) dan 668 riyal dibayar oleh jamaah haji (direct cost).
Biaya pemondokan itu ekuivalennya sebesar Rp 2.384.760.
Lalu Panja Komisi VIII dan Panja Kementerian Agama menyepakati biaya rata-rata sewa pemondokan di Madinah sebesar 1.200 riyal.
Itu dilakukan dengan sistem sewa semi musim dan dibiayai dari dana optimalisasi (indirect cost).
Selanjutnya ada besaran living allowance sebesar 1.500 riyal. Ekuivalennya sebesar Rp 5.355.000, itu diserahkan kepada jamaah haji dalam Riyal, mata uang Saudi Arabia.