Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Djayadi Hanan menilai tidak akan menyekesaikan masalah korupsi di tanah air kalau mengembalikan pilkada kepada DPRD.
"Itu tidak akan menyelesaikan masalah, karena sumber masalah bukan di sistem pemilu," ujar Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) ini kepada Tribunnews.com, Minggu (11/3/2018).
Karena itu Djayadi Hanan mengingatkan kembali, Pilkada oleh DPRD sudah pernah dilakukan yaitu sejak 2000-2005.
Namun imbuhnya, korupsi kepala daerah dan DPRD sangat marak ketika itu.
"Bahkan ada anggota DPRD yang secara bersama sama masuk penjara karena korupsi. Kepala daerah tersandera untuk melayani anggota DPRD yang memilihnya," ujarnya.
Maka solusinya menurut dia, ada dua, yakni memastikan penegakan hukum yang benar-benar menimbulkan efek jera dan memperbaiki sistem pembiayaan politik.
Ia pun beranggapan banyak alternatif untuk pembiayaan politik, bisa dikaji secara serius.
"Tapi pembiayaan politik apapun tidak akan efektif kalau penegakan hukum masih lemah," jelasnya.
Baca: Di Pidato Politiknya, AHY Singgung Jasa Jokowi Sampai Habibie dan Soeharto
Baca: Nissan Pastikan Kembaran Mitsubishi Xpander Tidak Akan Seperti Avanza dan Xenia
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengusulkan agar kepala daerah, baik gubernur, bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD.
Dengan begitu, diharapkan tak ada lagi politik uang yang kerap terjadi tiap kali pemilihan kepala daerah digelar.
"Ada baiknya ke depan, pemilihan kepala daerah mulai dari bupati, wali kota, hingga gubernur tidak dilakukan secara langsung tetapi dikembalikan ke DPRD," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Rabu (28/2/2018).
Politikus Partai Golkar yang akrab disapa Bamsoet ini mengaku prihatin dengan politik uang yang banyak dilakukan saat pilkada.