TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita belasan kendaraan mewah milik Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif pada Senin (12/3/2018).
Kendaraan mewah tersebut diduga merupakan hasil dari tindak pidana korupsi yang menyeret Abdul Latif.
"Disita dari tersangka Bupati HST (Abdul Latif) karena diduga terkait dengan tindak pidana," ujar Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Selasa (13/3/2018).
Kendaraan mewah yang disita KPK tersebut terdiri dari delapan mobil dan delapan motor.
Dua mobil merk Rubicon, dua mobil merk Hummer, satu Cadillac Escalade, satu mobil BMW Sport, dan satu mobil Lexus SUV.
Baca: Wakil Ketua KPK Tidak Sepakat Pernyataan Wiranto Tunda Penetapan Tersangka
Kemudian, empat motor Harley, satu motor merk BMW, satu motor Ducati, empat motor trail merk KTM.
Total 16 kendaraan mewah Bupati Abdul Latif tersebut sedang dibawa ke Jakarta untuk dijadikan alat bukti tambahan.
"Kendaraan dibawa dengan kapal ke Jakarta. Kemarin dibawa ke Jaarta, hari ini mungkin masih dalam perjalanan," jelas Febri.
Seperti diketahui, KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latief, Ketua Kamar Dagang Indonesia Hulu Sungai Tengah Fauzan Rifani, Dirut PT Sugriwa Agung Abdul Basit, dan Dirut PT Menara Agung Donny Winoto sebagai tersangka kasus tersebut.
Abdul Latif menerima fee proyek itu secara bertahap yang didapatnya dari Dirut PT Menara Agung Donny Winoto.
Perusahaan miliki Donny tersebut merupakan penggarap proyek pembangunan RSUD Damanhuri tahun anggaran 2017.
Dugaan realisasi pemberian fee proyek sebagai berikut, pemberian pertama dalam rentan September-Oktober 2017 sebesar Rp 1,8 miliar, kemudian pemberian kedua pada 3 Januari 2018 sebesar Rp 1,8 miliar.
Dalam OTT tersebut, tim KPK mengamankan sejumlah barang bukti salah satunya adalah rekening koran atas nama PT Sugriwa Agung dengan saldo Rp 1,825 miliar dan Rp 1,8 miliar.
Serta dari brankas di rumah Abdul Latif sebesar Rp 65.650.000 dan uang dari tas ALA di ruang kerjanya sebesar Rp 35 juta.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Latief, Fauzan dan Abdul Basit disangka melanggat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara itu, Donny Winoto sebagai pihak yang diduga pemberi disangka melanggar Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.