TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan membeberkan poin-poin yang dimasukkan dalam revisi UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Poin-poin itu dijelaskan dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 bertema "Pemerintah Serius Tangani Narkoba" yang dilaksanakan di Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Selasa (20/3/2018).
Arteria Dahlan mengatakan bahwa poin yang dimasukkan dalam revisi UU Narkotika adalah percepatan eksekusi mati bagi bandar dan pengedar narkoba di Indonesia.
"Kami sepakat bahwa hukuman mati menjadi wacana serius di mana delapan negara ASEAN masih menerapkan eksekusi mati seperti Brunei Darussalam, Vietnam, Thailand, Laos, Malaysia, Myanmar, dan Singapura. Sementara kita menerapkan tapi masih berdebat soal isu hak asasi manusia (HAM)."
"Kalau ada yang bilang kejahatan luar biasa maka penanganannya harus luar biasa, jangan bicarakan HAM lagi," tegas Arteria Dahlan.
Baca: Fredrich Yunadi Akan Laporkan Irjen Pol Heru Winarko
Arteria menegaskan bahwa harus ada perubahan perspektif bangsa ini dalam menghadapi kondisi darurat narkoba yang dikatakan Presiden Joko Widodo sedang melanda Indonesia.
"Kita harus mengubah perspektif, di Malaysia ketahuan membawa tujuh ons saja sudah dihukum mati sedangkan di Indonesia membawa satu kilogram baru bisa dihukum mati."
"Kita harus tunjukkan kondisi darurat itu, toh kami juga berkompromi, bisa saja menjadi pidana mati bersyarat," terangnya.
Selain poin percepatan hukuman matj Arteria Dahlab juga mengatakan ada beberapa poin lain dalam revisi UU Narkotika yaitu penguatan sistem dan kelembagaan di BNN (Badan Narkotika Nasional), memasukkan zat psikoaktif sebagai barang yang dilarang disalahgunakan, dan pengaturan hubungan kelembagaan antara BNN dengan lembaga lain seperti Bea Cukai.
Poin-poin selanjutnya adalah ketentuan penggunaan rehabilitasi yang diperluas sampai lingkungan lembaga pemasyarakatan (Lapas), revisi penyelamatan yang tidak hanya menyasar pelaku tapi juga korban, dan memperberat sanksi kepada pengedar dan bandar.